Suara.com - Konten podcast Close The Door milik Deddy Corbuzier yang membahas tema LGBT menuai kontroversi di mata publik. Hal itu turut menjadi perhatian Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Mahfud MD pun membahas soal LGBT dan Deddy Corbuzier lewat penjelasannya yang ia unggah di laman Facebook miliknya.
Dalam unggahannya itu, meski mengaku tak setuju dengan adanya LGBT, Mahfud menyatakan bahwa tidak ada hukum Indonesia yang bisa menjerat Deddy Corbuzier maupun LGBT.
"Banyak yang bertanya, mengapa pelaku LGBT dan promotor-promotornya tidak ditindak secara hukum? Tentu jawabannya, karena LGBT tidak atau belum dilarang oleh hukum yang disertai ancaman hukuman. Ini terkait dengan asas legalitas," ujar Mahfud MD mengawali tulisannya.
Baca Juga: Undang 2 Pemersatu Rakyat Usai Ribut LGBT, Deddy Corbuzier Dianggap 'Cuci Tangan'
Ia menjelaskan, Indonesia adalah negara demokrasi, siapa pun boleh saling berekspresi asal tidak melanggar hukum.
"Kawan yang lain bertanya, di negara demokrasi pun harus ada sanksi bagi yang melanggar agama, moral, etika. Betul, tapi penjatuhan sanksi hukum harus berdasar hukum yang ada sebelum terjadinya perbuatan," tulisnya.
Negara demokrasi harus dilaksanakan berdasar nomokrasi (pemerintahan hukum), di mana setiap melakukan penindakan hukum aparat harus berdasar UU yang telah ada.
"Coba saya tanya balik: harus dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Belum ada hukum yang mengaturnya," katanya lagi.
Lebih jauh ia menjelaskan, nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi norma hukum. Masalah LGBT dan penyiarannya itu tidak/belum dilarang oleh hukum. Itu baru diatur dalam norma non hukum karena kita negara yang Berketuhanan yang Maha Esa. Jadi kasus Deddy Corbuzier dan LBGT itu sejauh ini belum ada kasus pelanggaran hukumnya, katanya.
Berdasar asas legalitas, orang hanya bisa diberi sanksi heteronom (yang ditegakkan oleh aparat penegak hukum) jika melakukan pelanggaran yang oleh UU sudah ditetapkan sebagai larangan hukum.
Lantas, apa yang begitu itu tak ada sanksinya? Ada. Tapi sanksinya adalah sanksi otonom yg berupa derita batin, misalnya, karena dibully publik, dikucilkan, ditinggalkan penggemar, takut, malu, merasa berdosa, dan sebagainya. Itu semua adalah sanksi moral dan sosial. Harus disadari, ajaran-ajaran agama banyak yang tidak atau belum dijadikan hukum positif, Mahfud menjelaskan.
Ia juga memberikan contoh lain, yakni adanya sila terpenting dari Pancasila "Ketuhanan Yang Maha Esa". Sila ini menegaskan bahwa manusia Indonesia beriman kepada Tuhan. Tapi sampai sekarang, tak satu pun orang dihukum karena, misalnya, mengaku ateis sebab sampai kini masalah ateisme tidak/belum diatur dengan hukum. Beda dgn penyebaran ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme.
"Kalau yang ini, sudah ada larangannya di Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966, Pasal- pasal Gangguan bagi Keamanan Negara dalam KUHP Jo. UU No. 26 Tahun 1999, dan UU No. 27 Tahun 1999,"
"Contoh lainnya lagi ya masalah LGBT dan zina menurut agama. LGBT tak bisa dihukum karena belum ada hukum positif yang mengatur larangan dan ancaman hukumannya. Hubungan seks antara orang yang tidak dalam ikatan perkawinan dalam konteks hukum positif, belum tentu zina sebab konsep zina menurut agama berbeda dengan konsep zina menurut KUHP. Nah, kalau ingin ada hukuman untuk ini, silahkan perjuangkan ke DPR sebagaimana yang pernah saya sampaikan pada tahun 2017 saat terjadi pro kontra soal LGBT ini, agar Rancangan KUHP kita yang sekarang sedang menunggu pengundangan bisa mengakomodasi hal-hal tersebut. Sekarang sedang dibahas di Legislatif," paparnya.
Terakhir, Mahfud MD menyoroti soal DPR dan civil society organization (CSO) yang belum bersepakat.
"Sebagai bagian dari proses ini, pemerintah sudah mengajukan konsep, tetapi DPR dan civil society organization (CSO) juga belum bersepakat. Jangan pula menuding pemerintah untuk mengetokkan palu tentang itu. Palunya ada di gedung DPR," imbuh Mahfud MD.
Diketahui, Deddy Corbuzier menuai kontroversi usai menayangkan episode podcast di channel YouTubenya dengan mengundang pasangan gay sebagai narasumber.
Adapun tamu dalam podcast tersebut adalah Ragil Mahardika, seorang pria asal Indonesia dengan orientasi seksual gay. Menyadari sulitnya bisa menjalani hidup normal sebagai gay di Indonesia, Ragil akhirnya pindah ke Jerman dan menikah dengan seorang pria di sana.
Cerita Ragil dan pasangannya yang dibagikan lewat podcast Deddy dinilai mempromosikan LGBT Indonesia. Karena itu, banyak pihak yang akhirnya menyerukan untuk unsubscribe podcast Deddy Corbuzier.
Hingga pada akhirnya, Deddy mengucapkan permintaan maaf dan menghapus video viralnya. Langkah ini dilakukan setelah tagar #UnsubscribePodcastCorbuzier menjadi trending topic di Twitter.