Suara.com - Setelah Ramadhan, banyak amalan yang bisa dilakukan untuk menyempurnakan ibadah, di antaranya puasa syawal dan puasa qadha untuk mengganti puasa Ramadhan.
Dikutip dari AyoIndonesia, Puasa Syawal selama 6 hari merupakan salah satu keutamaan amalan di bulan Syawal yang mempunyai amalan ibarat puasa selama 1 tahun dengan puasa Ramadhan.
Hanya saja ada orang yang wajib mengganti puasa atau qadha saat batal pada puasa Ramadhan. Lalu mana yang didulukan?
Mazhab Hanafi berpendapat, jika seseorang menggabungkan niat puasa sunnah dan wajib, maka yang dianggap adalah puasa sunnahnya.
Baca Juga: BI DKI Jakarta: Uang Beredar Selama Ramadhan 2022 Sebesar Rp 30,02 Triliun
Hal ini karena adanya perbedaan antara puasa wajib dan sunnah, dan ini menimbulkan kelalaian dalam niat orang tersebut. Sehingga, menurut mazhab Hanafi, puasa yang dilakukan menjadi sunnah.
Pendapat kedua datang dari mazhab Maliki, sebagian besar mazhab Syafii, dan Hanbali. Mereka berpendapat, penggabungan niat puasa Syawal dan puasa qada Ramadan adalah sah. Dalil yang digunakan adalah apa yang diriwayatkan dari Al-Aswad bin Qais, dari ayahnya, dari Umar bin Khattab.
Sementara itu pendapat ketiga, datang dari sebagian mazhab Syafii dan apa yang diriwayatkan oleh para pengikut Imam Ahmad bin Hanbal.
Dalam hal ini tidak boleh menggabungkan niat puasa Syawal dan puasa qada Ramadan.
Meski begitu atas adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama, mantan mufti Mesir yang juga anggota Dewan Ulama Senior Syekh Ali Jum'ah, menyampaikan seorang Muslim boleh menggabungkan niat puasa Syawal dan puasa qada Ramadan sehingga yang bersangkutan memperoleh dua pahala.
Baca Juga: Ketua DPRD Sergai Penuhi Panggilan Polda Sumut, Soal Apa?