Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon meminta tidak ada lagi menteri sibuk mendorong wacana tiga periode seiring penegasan dari Presiden Jokowi bahwa tahapan Pemilu 2024 dimulai pertengahan 2022.
Fadli sendiri menilai bagus adanya penegasan yang disampaikan oleh Jokowi perihal kepastian penyelenggaraan Pemilu tersebut.
"Jangan sampai ada menteri yang sibuk lagi mendorong tiga periode dan perpanjangan masa jabatan presiden. Apalagi bukan tupoksi mereka," kata Fadli kepada wartawan, Selasa (10/5/2022).
Sebaliknya, Fadli meminta menteri-menteri untuk fokus mengurus pekerjaan masing-masing sesuai tupoksi.
"Para Menteri tentu harus prioritaskan tugas utama mengimplementasikan program kementerian sesuai tupoksi," ujarnya.
Diketahui Presiden Jokowi mengatakan tahapan pemilihan umum 2024 akan dimulai pertengahan 2022 dan dia mengingatkan jajarannya untuk fokus bekerja.
"Berkaitan dengan tahapan Pemilu 2024 yang sudah akan dimulai pertengahan tahun ini saya juga minta menteri kepala lembaga agar fokus betul-betul bekerja ditugasnya masing-masing," kata Jokowi, kemarin.
Jokowi menginginkan semua agenda strategis nasional menjadi prioritas dan pemiluk terselenggara dengan baik.
Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, mengimbau para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk tetap bersikap tegak lurus dalam menjalankan agenda Presiden meski menjelang tahun politik 2024.
Baca Juga: Jokowi Ingatkan Tahapan Pemilu Dimulai Pertengahan 2022, Menteri Diminta Fokus Bekerja
Dia mengingatkan dalam dimensi hukum, apabila merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, maka para menteri seharusnya dipahami sebagai pembantu Presiden. Sehingga, pengangkatan dan pemberhentian jabatan menteri tersebut bisa dilakukan dan bergantung pada hak prerogatif Presiden.
"Oleh karena itu, sudah sepatutnya menteri patuh dan tegak lurus untuk disiplin dalam menjalankan agenda-agenda Presiden," kata Jaleswari dalam keterangan pers, hari ini.
Selain sebagai pembantu Presiden, kata dia, menteri juga dapat dipahami kapasitasnya sebagai pejabat pemerintahan merujuk pada UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam konteks tersebut, menurut dia, ada koridor yang harus dipatuhi para menteri dalam menjalankan kewenangan mereka, termasuk larangan menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan jika terdapat potensi konflik kepentingan yang spektrum latar belakangnya cukup luas, khususnya terkait kepentingan pribadi.
Selain dari dimensi hukum itu, terdapat pula dimensi politik dan etika yang dapat menjadi acuan dalam melihat posisi menteri. Dia menekankan sudah sepatutnya posisi menteri digunakan semaksimal mungkin untuk membantu agenda Presiden berjalan demi kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat.
"Bukan untuk kepentingan yang sifatnya pragmatis dan personal, bahkan mengarah ke konflik kepentingan," ujarnya.