Suara.com - Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wilder Boy menegaskan, Kolonel Priyanto selaku terdakwa kasus pembunuhan dua sejoli di Nagreg bukan tentara kemarin sore. Dia menegaskan, jika terdakwa sudah puluhan tahun berdinas dan bahkan telah terjun di operasi militer.
Pernyataan tersebut disampaikan usai sidang beragendakan pledoi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur pada Selasa (10/5/2022). Sebagaimana diketahui, Priyanto dalam kasus ini dituntut hukuman penjara seumur hidup.
"Kolonel Priyanto bukan tentara kemarin sore. Beliau sudah puluhan tahun berdinas dan sudah pernah ke medan operasi," ucap Wilder.
Sebagai prajurit, kata Wilder, Priyanto -- juga seluruh tentara -- dipersiapkan untuk menyelesaikan masalah dalam waktu singkat.
Baca Juga: Oditur Militer akan Kuatkan Unsur Kesengajaan Melalui Replik di Sidang Pembunuhan Dua Remaja Nagreg
Kemudian, dia mengungkit perbuatan Priyanto yang malah membuang korban Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Merujuk pada fakta persidangan, korban Handi dibuang dalam keadaan pingsan. Wilder pun mempertanyakan mengapa dalam waktu lima jam -- perjalanan Nagreg ke Jawa Tengah, Priyanto tidak dapat menyelesaikan masalah dan malah membuang korban ke Sungai Serayu.
"Tentara itu dipersiapkan untuk menyelesaikan permasalahan dalam waktu yang singkat dan waktu 5 jam 30 menit itu sangat panjang bagi seorang tentara untuk menyelesaikan permasalahan," sambungnya.
Dalam pledoinya, penasihat hukum menyampaikan bahwa Priyanto dan dua anak buahnya dalam kondisi panik. Tidak sampai situ, Priyanto sebagai atasan tidak bisa menenangkan kedua anak buahnya.
Wilder juga menyinggung soal percakapan Priyanto yang meminta anak buahnya untuk tidak khwatir soal rencana membuang kedua korban ke sungai.
Tindakan tersebut yang dikritik Wilder soal sikap tentara yang dilatih dapat menyelesaikan masalah dalam waktu singkat.
"Alternatif pertama ternyata sungainya kecil. Balik dia, cari yang lain. Orang masih ada di sungai yang kedua. Kembali lagi dia. Dia cari sungai, itu pun dia pilih tempat yang dalam untuk membuangnya. Jadi tiga persyaratan yang disampaikan oleh ahli tadi untuk perencanaan sebetulnya sudah terpenuhi. Sudah terpenuhi semua," tegas Wilder.
Sebelumnya, Penasihat hukum terdakwa, Letda Chk Aleksander Sitepu dalam pembacaan pembelaannya meminta agar majelis hakim menyatakan bahwa Priyanto tidak melakukan tindak pidana dalam kasus ini.
Tindak pidana yang dimaksud adalah Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Meminta majelis hakim menyatakan Kolonel Priyanto tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh oditur militer tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Aleksander.
Pasal 340 KUHP menyebutkan: "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."
Selanjutnya, Pasal 328 KUHP menyebutkan: "Barang siapa membawa pergi seorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."
Selanjutnya, penasihat hukum juga meminta majelis halim untuk menolak seluruh dakawaan dan tuntutan Oditur Militer Tinggi II Jakarta.
Artinya, majelis hakim menyatakan bahwa dakwaan tersebut tidak bisa diterima. Kepada majelis hakim, Aleksander juga meminta agat Priyanto dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan primer.
Atau, setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama. Terakhir, Aleksander juga meminta agar Kolonel Priyanto dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya.