Oditur Militer akan Kuatkan Unsur Kesengajaan Melalui Replik di Sidang Pembunuhan Dua Remaja Nagreg

Selasa, 10 Mei 2022 | 15:38 WIB
Oditur Militer akan Kuatkan Unsur Kesengajaan Melalui Replik di Sidang Pembunuhan Dua Remaja Nagreg
Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wilder Boy. [Suara.com/Yosea Arga]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Oditur Militer Tinggi II Jakarta akan menyampaikan replik atas nota pembelaan atau pledoi Kolonel Priyanto, terdakwa kasus pembunuhan dua remaja di Nagreg, Jawa Barat. Replik tersebut akan disampaikan pada sidang selanjutnya pada Selasa (17/5/2022) pekan depan.

Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wilder Boy menyampaikan, pada replik atas pledoi Priyanto, pihaknya akan memperkuat dakwaan dan tuntutan mengenai Pasal 340 KUHP dan Pasal 328 KUHP. Dua pasal tersebut berkaitan dengan pembunuhan berencana dan penculikan.

Dalam pledoinya, penasihat hukum Priyanto menyampaikan bahwa korban Handi Saputra (17) dan Salsabila dibuang ke Sungai Serayu dalam kondisi meninggal.

Padahal, merujuk pada pemeriksaan ahli dan fakta yang ada di persidangan, korban Handi dibuang dalam kondisi pingsan.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Dua Sejoli di Nagreg, Kolonel Priyanto Sebut Tindakannya Merusak Nama Baik Institusi TNI AD

"Jadi ada satu hal yang harus diperkuat kemarin, untuk replik yang akan datang itu mengenai kesengajaan. Tim penasihat hukum tadi sampaikan teori kesengajaan sebagaimana dimaksud kesengajaan sebagai tujuan dan kesengajaan alternatif perbuatan," kata Wilder usai sidang, Selasa (10/5/2022).

Menurut Wilder, apa yang dilakukan Priyanto dan dua anak buahnya masuk dalam kategori kesengajaan yang dengan tujuan. Sebab, membuang orang pingsan ke sungai merupakan tindakan fatal.

"Dalam arti, seorang pingsan dibuang ke dalam air akan meninggal dunia. Beda dengan orang yang masih sadar/keadaan hidup, bisa menyelamatkan diri, masih ada kesempatan berenang atau lainnya," beber Wilder.

Penasihat hukum terdakwa, Letda Chk Aleksander Sitepu dalam pembacaan pembelaannya meminta agar majelis hakim menyatakan bahwa Priyanto tidak melakukan tindak pidana dalam kasus ini. Tindak pidana yang dimaksud adalah Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Meminta majelis hakim menyatakan Kolonel Priyanto tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh oditur militer tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Aleksander.

Baca Juga: Penyesalan Pembunuh Dua Sejoli di Nagreg, Kolonel Priyanto: Saya Belum Sempat Minta Maaf ke Keluarga Korban

Pasal 340 KUHP menyebutkan: "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."

Selanjutnya, Pasal 328 KUHP menyebutkan: "Barang siapa membawa pergi seorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."

Selanjutnya, penasihat hukum juga meminta majelis halim untuk menolak seluruh dakawaan dan tuntutan Oditur Militer Tinggi II Jakarta. Artinya, majelis hakim menyatakan bahwa dakwaan tersebut tidak bisa diterima.

Kepada majelis hakim, Aleksander juga meminta agat Priyanto dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan primer. Atau,  setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama.

Terakhir, Aleksander juga meminta agar Kolonel Priyanto dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya.

Kasus bermula saat Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.

Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.

Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, selain Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Pengadilan Militer II Tinggi Jakarta juga menghadirkan tujuh saksi lainnya.

Mereka adalah Letnan Dua (Letda) Cpm Syahril dari Pomdam III/Siliwangi dan enam warga sipil, yakni Sohibul Iman, Saipudin Juhri alias Osen, Teten Subhan, Taufik Hidayat alias Opik, Etes Hidayatullah yang merupakan ayah korban Handi Saputra, dan Jajang bin Ojo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI