Suara.com - Terdakwa kasus pembunuhan dua remaja di Nagreg, Kolonel Priyanto menyebut jika perbuatannya telah mencoreng nama baik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Dia merasa bersalah telah menghilangkan nyawa Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) beberapa waktu lalu.
Pernyataan tersebut disampaikan Priyanto dalam sidang lanjutan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur pada Selasa (10/5/2022). Adapun agenda persidangan tersebut, yakni pembacaan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan hukuman penjara seumur hidup oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta.
"Bahwa kami sudah merusak institusi TNI khususnya TNI AD," kata Priyanto di ruang sidang.
Kemudian, Priyanto juga mengaku belum sempat meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban. Lantaran itu, pada kesempatan tersebut, sang kolonel menyampaikan permintaan maaf.
"Saya sampai saat ini belum sempat mengucapkan maaf kepada keluarga korban dan saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf," katanya.
Kepada majelis hakim pula, Priyanto menyatakan jika perbuatannya yang membuang Handi dan Salsabila merupakan tindakan bodoh. Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
"Mohon kiranya yang mulia bisa melihat dari apa yang kami lakukan hal itu memang sangat sangat bodoh sekali, perbuatan yang betul-betul tidak baik sekali dan saya harapkan ini bagi saya yang pertama dan terakhir, tidak melakukannya lagi."
Sebelumnya, Penasihat hukum terdakwa, Letda Chk Aleksander Sitepu meminta majelis hakim menyatakan bahwa Priyanto tidak melakukan tindak pidana dalam kasus ini.
Tindak pidana yang dimaksud adalah Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga: Klaim Sudah Pertaruhkan Jiwa dan Raga, Kolonel Priyanto Minta Dilepas dari Segala Tuntutan
"Meminta majelis hakim menyatakan Kolonel Priyanto tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh oditur militer tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Aleksander.
Pasal 340 KUHP menyebutkan: "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."
Selanjutnya, Pasal 328 KUHP menyebutkan: "Barang siapa membawa pergi seorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."
Selanjutnya, penasihat hukum juga meminta majelis hakim untuk menolak seluruh dakwaan dan tuntutan Oditur Militer Tinggi II Jakarta. Artinya, majelis hakim menyatakan bahwa dakwaan tersebut tidak bisa diterima.
Kepada majelis hakim, Aleksander juga meminta agat Priyanto dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan primer. Atau, setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama.
Terakhir, Aleksander juga meminta agar Kolonel Priyanto dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya.
Kasus bermula saat Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.
Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.
Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, selain Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Pengadilan Militer II Tinggi Jakarta juga menghadirkan tujuh saksi lainnya.
Mereka adalah Letnan Dua (Letda) Cpm Syahril dari Pomdam III/Siliwangi dan enam warga sipil, yakni Sohibul Iman, Saipudin Juhri alias Osen, Teten Subhan, Taufik Hidayat alias Opik, Etes Hidayatullah yang merupakan ayah korban Handi Saputra, dan Jajang bin Ojo.