Suara.com - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menuduh Rusia sedang berusaha "merekonstruksi Nazisme". Pernyataan ini berbanding terbalik dengan klaim Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang berdalih bahwa serangan ke Ukraina merupakan upaya negaranya memerangi "Nazi".
Dalam pidato memperingati Perang Dunia II, Zelensky mengatakan tentara Rusia sedang mereplikasi "kekejaman" Nazi dalam invasi ke negaranya.
Zelensky diyakini tengah berusaha mengambil hati negara-negara Eropa, termasuk Inggris, Prancis, dan Belanda lewat pidatonya ini. Dia menyamakan pengeboman Nazi di Eropa Barat dengan serangan Rusia ke wilayah urban di Ukraina.
"Kegelapan telah kembali ke Ukraina, keadaan telah menjadi hitam dan putih lagi," katanya dalam pidato yang disiarkan lewat video, Minggu (08/05).
Baca Juga: Singgung Nazi di Ukraina, Presiden Checnya: Umat Islam Berpihak pada Kebenaran!
Baca juga:
- Mengapa Hari Kemenangan 9 Mei penting bagi Rusia?
- Apa yang terjadi jika Putin menyatakan perang secara resmi atas Ukraina?
- Kisah dua perempuan Ukraina lolos dari teror pasukan Rusia
Rekaman di video menunjukkan Zelensky berdiri di depan bangunan permukiman yang hancur. "Kejahatan telah kembali, dengan seragam yang berbeda, slogan yang berbeda, tetapi tujuannya sama," ujarnya.
Video tersebut juga menampilkan rekaman arsip Perang Dunia II dan rekaman invasi Rusia dalam hitam-putih.
Ketika Ukraina diinvasi oleh Rusia pada akhir Februari lalu, para pejabat Moskow bersikeras operasi mereka merupakan bagian dari upaya "mendenazifikasi" negara tersebut.
Adapun, saat ini Ukraina cemas Rusia akan menggencarkan serangan menjelang peringatan Hari Kemenangan Rusia pada 9 Mei mendatang.
Baca Juga: Mengenal Neo Nazi Nasionalis dan Alasan Rusia Serang Ukraina
Pada saat yang sama, pemerintah Barat terus menunjukkan dukungan mereka untuk perjuangan Ukraina.
Pada hari Minggu kemarin, Zelensky mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin G7, termasuk Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, melalui konferensi video.
Setelah pertemuan itu, para pemimpin menjanjikan dukungan berkelanjutan mereka kepada Ukraina dan tekad mereka untuk perlahan-lahan menyetop pasokan minyak dari Rusia. Rusia menerima jutaan dolar setiap hari untuk energi, dan pembayaran itu membantu mendanai upaya perang Rusia.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, juga bertemu Zelensky secara langsung setelah melakukan kunjungan mendadak ke kota Irpin, dekat Kyiv, yang digempur pasukan Rusia di awal invasi.
Pada konferensi pers setelah itu, Trudeau mengumumkan tambahan bantuan militer untuk Ukraina.
Pertempuran sengit di Luhansk
Sementara itu dalam perkembangan terbaru perang di Ukraina, Presiden Zelensky mengatakan 60 orang tewas setelah bom menghantam sebuah sekolah di Ukraina timur.
Sebelumnya, gubernur wilayah Luhansk, Serhiy Haidai, mengatakan 90 orang tengah berlindung di gedung tersebut di Bilohorivka, dan 30 berhasil diselamatkan.
Haidai mengatakan sebuah pesawat Rusia menjatuhkan bom pada hari Sabtu (07/05). Rusia belum mengomentari ini.
Luhansk menjadi tempat pertempuran sengit saat pasukan Rusia dan milisi lokal yang menyokong mereka sedang berusaha mengepung pasukan pemerintah.
Sebagian besar wilayah telah berada di bawah kendali milisi pro-Rusia selama delapan tahun terakhir.
Bilohorivka berada dekat dengan kota Severodonetsk yang dikuasai pemerintah. Pertempuran sengit dilaporkan terjadi di pinggiran kota ini, Sabtu lalu.
Salah satu surat kabar Ukraina, Ukrayinska Pravda, menyebut desa itu menjadi "titik panas" selama pertempuran pekan lalu.
Ledakan itu merobohkan bangunan yang terbakar. Petugas pemadam kebakaran membutuhkan waktu tiga jam untuk menjinakkan api, menurut Gubernur Serhiy Haidai, dalam pesan di Telegram.
Hadai mengatakan, hampir seluruh desa telah berlindung di ruang bawah tanah sekolah. Jumlah pasti korban yang tewas, kata dia, hanya akan diketahui setelah puing-puing dibersihkan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku terkejut oleh serangan mematikan tersebut. "Warga sipil harus selalu diselamatkan pada saat perang," ujarnya.
Mariupol masih di tangan Ukraina
Sementara itu di Mariupol, pasukan Ukraina di pabrik baja yang dikepung pasukan Rusia menyatakan bahwa mereka tidak akan menyerah. Namun mereka meminta bantuan untuk mengevakuasi orang-orang yang terluka.
Rusia sudah mengepung daerah itu selama berminggu-minggu. Mereka mendesak pasukan dari Batalion Azov, Ukraina, untuk meletakkan senjata.
Namun dalam konferensi pers dari pabrik yang hancur sebagian itu, anggota batalion tersebut mengatakan mereka tidak akan menyerah.
Salah satu dari mereka, Letnan Illia Samoilenko, mengatakan, "Menyerah bagi kami bukan pilihan karena kami tidak dapat memberikan hadiah sebesar itu kepada musuh."
"Kami pada dasarnya adalah orang mati. Sebagian besar dari kami tahu ini. Itu sebabnya kami bertarung tanpa rasa takut," tuturnya.
Lebih dari itu, Batalion Azov melontarkan kritik bahwa pemerintah Ukraina gagal dalam mempertahankan Mariupol.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menanggapi kritik itu dengan mengatakan bahwa negaranya tidak mempunyai persenjataan berat untuk menguasai kembali kota itu.
Dia berkata, justru upaya diplomatik yang dia lakukan yang dapat mengevakuasi semua warga sipil yang terperangkap di dalam pabrik baja tersebut.
Sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari lalu, Komisi Tinggi untuk Hak Asasi Manusia PBB mencatat setidaknya terdapat 2.345 kematian di kalangan warga sipil. Laporan yang terbit April lalu itu juga menyebut 2.919 warga mengalami luka-luka.
Adapun, ribuan tentara dua dari dua pihak yang berperang juga diyakini telah tewas atau terluka.
Lebih dari 12 juta orang diperkirakan telah mengungsi dari rumah mereka di Ukraina sejak konflik dimulai. Sekitar 5,7 juta penduduk diyakini pergi ke negara-negara tetangga dan sementara 6,5 juta orang lainnya diperkirakan mengungsi di dalam negeri.