Kebijakan Satu Arah di Tol dan Izin WFH, Seberapa Efektif Urai Kemacetan?

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 09 Mei 2022 | 10:09 WIB
Kebijakan Satu Arah di Tol dan Izin WFH, Seberapa Efektif Urai Kemacetan?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Supaya tidak terjadi kemacetan saat arus balik yang dikhawatirkan terjadi pada Minggu (08/05) malam, pemerintah meminta warga menunda kepulangan ke Jakarta.

Untuk itu, pemerintah antara lain menyatakan telah mengizinkan aparatur sipil negara (ASN) bekerja dari rumah. Para pegawai swasta juga diimbau melakukan hal yang sama.

Namun demikian, seorang pengamat transportasi mengatakan imbauan itu "terkesan mendadak" sehingga "tidak akan terlalu berdampak di lapangan".

Kementerian Perhubungan pada Minggu (08/05) siang memprediksi masih ada 46%-47% warga yang belum kembali ke Jakarta usai mudik Lebaran. Sehingga, pemerintah menerapkan one way atau satu arah menuju Jakarta.

Baca Juga: Arus Balik Lebaran 2022, Siang Ini Jalur Sistem Satu Arah Macet Hingga Pintu 1 Kebun Raya Bogor

Puncak arus balik diperkirakan sudah lewat, yaitu Jumat (06/05) dan Sabtu (07/05) malam, namun Kemenhub menyatakan pihaknya tetap mengantisipasi kemungkinan "peningkatan arus balik" pada Minggu (08/05) malam.

Bagaimanapun, pengamat transportasi menilai arus mudik dan arus balik tahun berjalan cukup lancar, tetapi masih membutuhkan beberapa perbaikan.

'Masih ada 46-47% yang belum kembali ke Jakarta'

Dalam jumpa pers di Tol Cikopo KM 72 pada Minggu (08/05) siang, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pihaknya bersama dengan kepolisian dan pengelola jalan tol sudah berkoordinasi untuk mengantisipasi peningkatan arus balik.

"Dari dua hari lalu masih 63%, turun lagi menjadi 55%, dan sekarang ini masih ada 46-47% yang belum kembali.

"Bayangkan kalau itu berlangsung malam ini. Satu sisi kami berkoordinasi untuk menyiapkan sarana dan prasarana, tapi tidak henti-hentinya mengimbau masyarakat menunda, supaya baliknya besok atau lusa," kata Budi Karya.

Baca Juga: Urai Kepadatan, Polisi Berlakukan Satu Arah di Jalur Malambong

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menilai izin untuk bekerja dari rumah bagi para ASN "terkesan mendadak" karena beberapa kementerian atau lembaga terkait belum mengeluarkan surat resmi mengenai kebijakan tersebut.

Dia menilai kebijakan itu lebih baik diumumkan sejak awal. "Pas mau mudiknya diumumkan, bukan pas balik," kata Djoko.

Dari informasi yang dihimpun BBC News Indonesia, sampai Minggu (08/05) siang, beberapa ASN mengatakan belum menerima surat edaran untuk bekerja di rumah selama seminggu ke depan, meski ada juga yang baru saja menerima surat edaran tersebut.

"Belum ada surat edarannya dari biro kepegawaian. Jadi anggapannya masih mesti masuk besok," kata salah satu ASN di Kementerian Perdagangan, yang tidak mau disebutkan namanya.

Sementara itu, ada juga kementerian yang memang masih memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah, seperti di Kementerian Keuangan.

Baca juga:

Puncak arus balik diperkirakan sudah lewat

Pada Sabtu (07/05), Jasa Marga mencatat rekor arus balik tertinggi sepanjang sejarah jalan tol di Indonesia.

Dalam keterangan resminya, pihak Jasa Marga menjelaskan volume lalu lintas kembali ke Jabotabek dari arah timur (Surabaya, Solo, Semarang, Cirebon dan Bandung) mencapai 170.078 kendaraan. Dibandingkan 2021 lalu, jumlahnya naik 159%.

Angka itu juga dikatakan mengalahkan rekor tertinggi sebelum pandemi, yaitu pada Lebaran 2019 lalu, sebesar 166.444 kendaraan, dengan mayoritas pengendara datang dari arah Tol Trans Jawa.

Pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan puncak arus balik justru sudah terjadi pada dua hari lalu karena "pergerakannya sudah cukup tinggi".

"Kalau balik ini kan banyak juga orang yang agak santai-santai, nanti nunggu jalan longgar dan sebagainya, jadi kemungkinan tidak akan terjadi ledakan arus balik seperti yang kita bayangkan," ujar Darmaningtyas.

'Saya enggak umpel-umpelan di jalan' - kisah pelaku arus balik

Seorang warga asal Jakarta, Muhammad Jauhari, termasuk salah satu pemudik yang dibilang Darmaningtyas "agak santai-santai".

Dihubungi Minggu siang, Jauhari memutuskan kembali ke ibu kota pada Minggu siang karena tidak mau terjebak kemacetan pada Sabtu (07/05) malam.

"Semalam itu karena masih macet, akhirnya saya mampir ke Semarang, enggak mau umpel-umpelan di jalan. Habis itu baru lanjut ke Jakarta, paling nanti siang," kata Jauhari yang melakukan perjalanan dari Yogyakarta.

Dia mengatakan akan memanfaatkan penerapan satu arah atau one way di jalan tol agar perjalanannya bisa lebih lancar.

Sebenarnya Jauhari bisa memperpanjang masa liburannya karena anaknya juga belum mulai bersekolah.

Namun, karena dia sudah harus mulai bekerja, jadi dia memutuskan untuk kembali ke rumah.

Penerapan 'one way' di jalan tol

Kementerian Perhubungan bersama dengan pihak kepolisian dan pengelola jalan tol masih akan memberlakukan one way atau satu arah di jalan tol, mulai Km 428 Jalan Tol Semarang ABC sampai dengan Km 66 Jalan Tol Jakarta Cikampek sejak Minggu pukul 09.00 pagi.

Selanjutnya dari Km 66 sampai Km 47 diberlakukan contraflow dua lajur dan dari Km 74 sampai Km 28 diberlakukan contraflow satu arah.

Penerapan skema one way dan contraflow akan diberlakukan sesuai dengan kapasitas kendaraan yang lewat di jalan tol.

"Pada titik tertentu, di mana load daripada kendaraan di atas 5.000 maka kita berpikir untuk melakukan one way, nanti kalau sudah santai, baru kita kembali contraflow," kata Menteri Budi.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pihak kepolisian, Jasa Marga, dan Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT), ketika kendaraan sudah mencapai 5.000, maka akan terjadi kemacetan.

"Kita tidak ingin macet, oleh karenanya mohon toleransi bagi jalan arteri yang terpaksa macet karena kita memang memprioritaskan saudara kita yang mudik, karena mereka itu ada yang dari Jawa Timur, bayangkan, dia sampai sini mungkin sudah lebih dari 12 jam," ujar Budi.

Oleh sebab itu, dia meminta warga mengurangi aktivitas di jalan arteri sehingga tidak terjadi penumpukan kendaraan ketika one way diberlakukan di jalan tol.

One way di jalan tol membuat pengguna jalan lain 'terabaikan'

Darmaningtyas, yang juga merupakan Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN), mengatakan penerapan skema one way memang efektif untuk melayani pemudik, "tetapi kalau efektif untuk melayani pergerakan, tentu ya harus dipertimbangkan."

Faktanya, skema one way di Tol Cikampek pada arus balik Sabtu (07/05) membuat jalur arteri Kalimalang yang mengarah ke Bekasi juga mengalami antrean kendaraan bahkan hingga 4 kilometer, menurut Kantor Berita Antara.

Bahkan sebelumnya, skema one way yang diterapkan pada arus mudik sempat menyebabkan kemacetan hingga 5 kilometer di ruas Tol Cipularang yang mengarah ke Tol Cikampek pada Jumat (29/4) lalu, seperti diberitakan Kompas.com.

Merasa kesal, pengguna jalan akhirnya memblokade ruas jalan dari arah Jakarta menuju Bandung.

"Yang paling penting kan jalan keluarnya itu diberikan, jangan sampai muncul reaksi seperti kemarin, para pengguna tol dari arah Bandung yang mau masuk ke Jakarta karena mereka tidak tahu harus ke mana, tiba-tiba jalan tolnya ditutup. Itu enggak boleh terjadi lagi," ujar Darmaningtyas.

'Minim informasi' di jalan arteri

Menurut Darmaningtyas, dalam musim mudik kali ini, informasi hanya terfokus pada jalan tol sehingga informasi kondisi jalur arteri begitu minim. Padahal jalan arteri bisa menjadi jalur alternatif bagi pemudik.

"Yang dimunculkan itu hanya soal jalan tol. Padahal kan jalan tol baru berapa tahun , komplet baru 2018. Sebelumnya kan lewat jalur Pantura, lewat jalur Selatan. Kenapa itu tidak diinfokan?" ujar dia.

Perihal minimnya informasi di jalur arteri atau jalan non-tol juga diakui Djoko. Padahal informasi pada 2019 lalu dia nilai lebih banyak dan lebih baik.

Dia mengatakan dalam musim mudik tahun ini Jalur Pantura relatif lancar. Terlebih lagi pasar-pasar yang biasanya membuat kemacetan di beberapa titik sudah dibereskan.

"Padahal kalau menggunakan jalur arteri, kulinernya lebih banyak, pilihannya lebih banyak, dan lebih murah sebenarnya.

"Ketimbang di jalan tol akhirnya mereka terjebak. Mau masuk rest area susah, hanya di bahu jalan. Lelah juga. Kalau di jalur arteri penginapannya banyak di sepanjang Pantura itu," kata Djoko.

Sementara itu di Jalur Selatan, Djoko menilai jalurnya memang sudah bagus, tapi jalan penghubung dari Selatan ke Utara belum bagus.

"Mau lewat Jagorawi-Bogor, kemudian Ciawi-Sukabumi, belum selesai tolnya. Mau lewat Garut, Tasik, kondisi biasa saja macet, apalagi ditambah lebaran.

"Kita masih menunggu tol Cileunyi-Garut-Tasik sampai dengan Cilacap. Kalau itu sudah terhubung bisa berpencar lagi ke selatan," kata Djoko menambahkan.

Solusi alternatif di masa depan

Djoko mengatakan dalam mengatasi kepadatan arus mudik dan arus balik, selama ini pemerintah dan pihak terkait selalu menggunakan manajemen prioritas, yaitu dengan memberlakukan one way, contraflow, maupun ganjil genap di ruas jalan dengan volume kendaraan yang lebih tinggi.

Menurut dia, untuk ke depannya bisa diterapkan solusi lain salah satunya dengan manajemen waktu, seiring dengan mulai banyak perusahaan maupun instansi pemerintahan yang akrab dengan sistem bekerja dari rumah.

"Kebijakan ini kan mendadak karena khawatir melihat arus mudik, namun ini bisa dilakukan lagi mulai tahun depan.

"Jadi bukan hanya baliknya, mulai mudiknya juga bisa diatur sedemikia rupa," kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.

Dari pengamatan Djoko, beberapa perusahaan swasta sudah meliburkan karyawannya sejak tanggal 22 April.

Kebanyakan dari perusahaan itu sudah terbiasa dengan konsep bekerja dari rumah. Menurut dia, instansi pemerintahan juga bisa melakukannya.

"Saya kira pegawai negeri juga bisa, kementerian-kementerian atau BUMN yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas mudik, masih bisa diatur.

"Termasuk anak sekolah dan kuliah juga, dua minggu sebelum lebaran, kuliahnya daring, tatap mukanya daring," kata Djoko.

"Kecuali yang di pabrik-pabrik, itu yang enggak bisa."

Hal itu bisa jadi pertimbangan karena menurut Djoko jumlah kendaraan pribadi yang melakukan mudik akan terus bertambah di masa depan. Mengingat kapasitas dan panjang jalan juga sudah terbatas, dari segi lahan maupun uang untuk membangunnya.

Djoko menilai sudah saatnya pemerintah membenahi transportasi umum di tempat tujuan mudik untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang menambah kemacetan.

Selama ini, kata dia, salah satu faktor pendorong banyak pemudik memilih menggunakan kendaraan pribadi yang adalah ketiadaan transportasi umum yang memadai di kampung halaman.

"Itu mestinya pemerintah pusat punya dana alokasi khusus (DAK) untuk membenahi transportasi umum di daerah," kata Djoko.

Saat ini MTI mencatat baru beberapa kota di Jawa yang transportasi umumnya relatif memadai untuk membantu distribusi para pemudik ke kampung halaman masing-masing.

Sebagai contoh di Jawa ada Bus Trans Semarang di Semarang, Bus Batik Solo Trans (Solo Raya), Bus Trans Banyumas (Kab. Banyumas), Bus Semanggi Surabaya di Surabaya, Trans Pakuan di Bogor, Trans Yogya di Yogyakarta, Trans Metro Pasundan (Bandung Raya), Bus Trans Jateng atau KRL Solo-Yogyakarta.

Sementara di luar Jawa sudah beroperasi Trans Metro Deli (Medan), Trans Musi Jaya (Palembang), Trans Banjarbakula (Banjarmasin), Trans Metro Dewat (Denpasar) dan Trans Maminatasa (Makassar).

Sementara itu, masih banyak daerah lain yang belum memiliki fasilitas tersebut.

"Kecenderungannya, para pemudik memilih pulang kampung dengan tol. Atau kalau ke Sumatera, menggunakan sepeda motor.

"Angkutan pedesaan sudah pada mati, itu juga harus dihidupkan kembali, sehingga mereka yang di desa bisa ke kota untuk Lebaran dan sebaliknya," ujar Djoko.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI