Semakin Banyak Negara Bagian di Australia yang Mengatur Kesepakatan Seksual

SiswantoABC Suara.Com
Minggu, 08 Mei 2022 | 13:29 WIB
Semakin Banyak Negara Bagian di Australia yang Mengatur Kesepakatan Seksual
Ilustrasi seksual (Elements Envato)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Semakin banyak  negara bagian di Australia yang mengatur hal yang disebut kesepakatan seksual di mana mereka yang terlibat dalam aktivitas seksual harus sama-sama setuju untuk melakukannya tanpa paksaan.

Sekarang negara bagian ACT (Australian Capital Territory) yang beribu kota Canberra sudah meloloskan Undang-undang terkait kesepakatan seksual tersebut hari Kamis.

Sebelumnya negara bagian dengan penduduk terbesar di Australia New South Wales (NSW) dengan ibu kota Sydney meloloskan hal yang sama di akhir tahun 2021.

Mulai sekarang di kedua negara bagian tersebut peraturan mengatakan bahwa dalam aktivitas seksual, kita tidak bisa hanya berasumsi bahwa aktivitas itu sudah disepakati.

Baca Juga: Tangis Amber Heard Cerita Johnny Depp Lakukan Kekerasan Seksual Pakai Botol

Yang harus dilakukan adalah pembicaraan kedua belah pihak yang terus berlangsung saat aktivitas seksual berjalan.

UU ini juga melindungi hak orang untuk memilih tidak berpartisipasi dalam kegiatan seksual.

"UU ini akan membuat hukum di ACT sejalan dengan perilaku komunitas sekarang ini terkait kesepakatan seksual," kata Jaksa Agung ACT, Shane Rattenbury.

"Aturan bahwa kita harus mendapat persetujuan, dan persetujuan itu harus diberikan dengan jelas, telah mengubah hal yang selama ini diasumsikan saja dalam kegiatan seksual," katanya.

"Kita tidak bisa lagi beranggapan bahwa seseorang setuju begitu saja untuk melakukan sesuatu, kecuali dia mengatakan dengan jelas."

Baca Juga: Amber Heard Menangis Beri Kesaksian, Tuding Johnny Depp Lakukan Penganiayaan hingga Pelecehan Seksual

Aktivis menyambut baik perubahan aturan

Carla Bennett adalah seorang pegiat dalam kampanye The STOP dan mengatakan perubahan UU di ACT ini merupakan langkah ke arah yang benar, baik untuk korban dan untuk menghindari kekerasan seksual.

"Ini betul-betul akan memberikan perbedaan besar bagi korban atau penyintas dari kekerasan seksual di Australia," katanya.

Carla mengatakan dia berharap perubahan hukum tersebut akan memberi kekuatan bagi semakin banyak orang untuk melaporkan kekerasan seksual yang mereka alami, dan bahwa mereka mendapat dukungan dari sistem hukum yang ada.

"Saya secara khusus berharap bahwa [aturan ini] akan menggeser fokus dari korban ke kejahatan yang dilakukan dan pelaku, serta tidak lagi menyalahkan korban, yang saya kira selama ini menjadi masalah budaya besar di Australia."

Dia mengatakan merasa bahwa di kalangan anak-anak muda Australia masih banyak yang tidak paham soal kesepakatan seksual dan berharap perubahan UU ini akan memicu pendidikan yang lebih baik mengenai kesepakatan seksual.

"Mengenai pendidikan di Australia saat ini terkait hubungan pribadi dan seksualitas, saya kira ini masih belum memadai," katanya.

"Saya pikir kita harus lebih fokus pada pembelajaran bagi anak-anak muda mengenai apa arti kesepakatan seksual, dan bagaimana mendapatkan kesepakatan seksual itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, serta banyak dimensinya."

Pengacara mempertanyakan aturan yang baru

Namun, seorang pengacara yang sering menjadi pembela bagi klien di pengadilan, Stephen Whybrow, mengatakan beberapa kalimat dalam aturan baru tersebut masih menimbulkan kerancuan dan bisa mempengaruh asumsi tidak bersalah untuk seorang pelaku.

"Penting sekali bahwa kalau kita membicarakan proses kriminal, kita memasukkan kata 'diduga" - ini penting sekali dan masih banyak proses yang harus dilakukan [terkait peraturan yang baru itu]," katanya.

"Seseorang masih terduga pelaku, dan yang lainnya terduga korban.

"Bila sudah dinyatakan bersalah di pengadilan, barulah korban itu resmi menjadi penyintas (victim-survivor).

"Namun, semakin banyak penggunaan kata korban/penyintas digunakan ketika seseorang baru menghadapi tuduhan atau sudah membantah tuduhan, dan ini memengaruhi asumsi tidak bersalah sampai terbukti di pengadilan."

Stephen Whybrow juga mengatakan, perubahan UU ini bisa membuat juri di pengadilan mengalami kebingungan.

"Seperti yang kita ketahui, hubungan seksual antara orang dewasa bisa terjadi dalam berbagai bentuk dan aktivitas dan UU ini tampaknya berusaha mencakup wilayah yang terlalu luas," katanya.

"Apakah ada kata tertentu yang harus digunakan untuk memberi persetujuan? Atau tindakan tertentu? Atau pernyataan yang harus disebut berulang-ulang?

"Tentu saja, hal-hal seperti ini akan menjadi masalah yang dipertimbangkan oleh juri dalam kasus di pengadilan."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI