Suara.com - Mendengar cerita bagaimana anak-anak sahabatnya minum air hujan dari kubangan untuk bertahan dalam perang Ukraina membuat Nataliia Roberts ingin mengajak sahabat dari masa kecilnya segera mengungsi dari negara itu.
Yuliia dan tiga anaknya harus lari dari tempat persembunyian di bawah tanah di kota Mariupol yang dikepung setelah hujan untuk mencari air bersih. Selain tidak ada air dan makanan, tidak ada toilet dan juga listrik di tempat persembunyiannya.
Nataliia tengah mengusahakan agar sahabatnya itu mengungsi dari Ukraina dan tinggal bersamanya di Wales.
"Kami hanya ada satu mangkok kecil sup untuk tiga anak setiap hari," cerita Yuliia kepada Nataliia melalui diari video. "Dan satu gelas air untuk tiga anak untuk bersih-bersih badan."
Baca Juga: Dikawal PBB, Ukraina Evakuasi Warga Sipil dari Mariupol
Baca juga:
- Rusia dituding akan segera serang Mariupol habis-habisan, Zelensky minta bantuan PBB
- Warga sipil Mariupol dievakuasi dari bunker pabrik baja Ukraina, 'Kami sudah tidak melihat matahari begitu lama'
- Pertempuran sengit di Mariupol, mengapa kota ini sangat penting bagi Rusia?
Setelah rumahnya hancur akibat bom Rusia, Yuliia dan anak-anaknya, yang berusia 11, enam dan tiga tahun - harus mencari tempat perlindungan di ruang bawah tanah komunitas. Ruang bawah tanah itu memberikan tempat perlindungan namun sama sekali tak ada persediaan makanan untuk anak-anaknya bertahan.
"Anak-anaknya terus minta makan, itulah sebabnya dia memberikan sedikit makanan untuk anak-anaknya sebelum tidur, sehingga mereka merasa sedikit kenyang," kata Nataliia mengutip sahabatnya itu.
"Ketika hujan turun, mereka minum dari air becek dan mereka mencari panci untuk menampung air dari genangan itu," tambah Nataliia.
Yuliia beberapa kali harus meninggalkan anak-anaknya di bunker untuk mencari air bersih.
Baca Juga: Warga Sipil di Mariupol Dievakuasi Pemerintah Ukraina, PBB dan Komite Internasional Palang Merah
"Ada sumur yang terletak sekitar tiga kilometer. Saya harus berlari di tengah bunyi tembakan, dan bom," kenang Yuliia dalam diari video untuk program BBC Wales Investigates.
Salah seorang putrinya sempat sakit dan dia sama sekali tidak punya persediaan obat.
"Saya ada sedikit uang namun saya tak bisa beli apapun karena memang tak ada apapun. Semuanya hancur, barang-barang dijarah dan hancur," katanya.
Yuliia dan Nataliia berteman lama sejak sekolah. Nataliia pindah ke Wales lima tahun lalu bersama suaminya.
Mereka tetap saling kontak sampai perang pecah di Ukraina Februari lalu.
Baca juga:
- Dikepung Rusia, pejuang dan warga sipil Mariupol 'terluka dan mati di dalam bunker'
- 'Cucu perempuan saya, kepalanya benar-benar hancur' - Anak-anak Ukraina turut jadi korban serangan Rusia di Mariupol
- Uni Eropa rencanakan larang minyak Rusia dan terapkan sanksi baru atas isu kejahatan perang
Nataliia mengatakan terkadang ia tak bisa mengontak Yuliaa berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu karena jaringan terganggu.
Yuliia menceritakan apa yang ia alami melalui diari video yang dia kirim dari bunker bawah tanah.
Nataliia yang bekerja sebagai akuntan berhasil menarik orang tuanya keluar dari Ukraina timur sebelum situasi memburuk.
Namun sejauh ini ia masih berupaya sekuat mungkin untuk mengajak sahabat dan keluarganya untuk masuk Inggris melalui program pengungsian dan tinggal bersamanya di Caernarfon, Wales.
Yuliia dan anak-anaknya termasuk di antara 11 juta warga Ukraina yang terpaksa mengungsi. Mereka berhasil menyelamatkan diri dari Mariupol beberapa minggu setelah PBB memulai program pengungsian dengan mengupayakan koridor khusus.
Kota pelabuhan Mariupol, yang dikepung sejak awal Maret, ini berada di bawah kendali pasukan Rusia, walaupun beberapa ratus tentara Ukraina masih berada di pabrik baja Azovstal di bagian selatan kota itu.
Pasukan Rusia memblokade kompleks industri dan terus menggempur kota dari udara. Namun sejauh ini belum ada operasi untuk mengusir pasukan Ukraina yang masih berada di pabrik baja tersebut.
Rusia dituduh melakukan kejahatan perang karena gempuran terus menerus di kota itu. Walikota setempat menyebutkan paling tidak 20.000 warga sipil tewas. Saat ini diperikirakan lebih dari 100.000 orang terperangkap di kota itu.
Yuliia dan anak-anaknya naik kereta dan kemudian bus menuju Polandia dan tak tahu apakah bisa bertemu dengan suaminya lagi atau apakah dapat bertemu dengan Nataliia dan keluarganya di Wales.
"Dia menyaksikan banyak jenazah di Mariupol, warga sipil yang meninggal karena terhantam roket. Jenazah tanpa tangan, kaki atau jenazah yang tak utuh lagi," kata Nataliia.
"Saya ingin Yuliia bersama saya di Wales. Suatu saat nanti saya ingin mereka berada di sini," tambahnya.
Sekitar 27.000 pengungsi Ukraina - dari 86.000 yang visanya disetujui - telah berada di Inggris Raya, termasuk Wales. Mereka yang telah tiba mengatakan mereka ingin menyelamatkan diri dari cerita tragis akibat perang di negara mereka.
Di Wales, sekitar 10.000 rumah tangga menawarkan tempat untuk para pengungsi Ukraina.
Kementerian dalam negeri Inggris mengatakan mereka "bekerja secepat mungkin" untuk mempercepat proses pemberian visa dengan memperbanyak pegawai.