Suara.com - Laurens Ikinia adalah salah satu dari 40 mahasiswa Papua yang tengah menggantungkan masa depannya dengan kuliah di luar negeri.
Dia mengaku kesempatan untuk belajar di universitas mancanegara seperti Australia, Selandia Baru, atau Amerika Serikat, sangat berarti untuk "mengangkat martabatnya sebagai Orang Asli Papua."
Pada tahun 2015, Laurens mendapatkan beasiswa dari pemerintah Provinsi Papua untuk melanjutkan studi ke universitas di Selandia Baru.
Dia hanya tinggal beberapa bulan lagi untuk menyelesaikan jenjang S2 Ilmu Komunikasi di Universitas Teknologi Auckland.
Baca Juga: Beasiswa Mahasiswa Papua Barat Dibatalkan Tanpa Peringatan: Saya Menangis
Cita-citanya adalah menjadi seorang jurnalis.
Tapi mimpi itu tiba-tiba tertunda. Awal tahun ini, Laurens diberitahu oleh Pemerintah Papua bahwa beasiswanya telah dibatalkan.
Sekitar 40 mahasiswa Papua di Selandia Baru menerima surat yang menyatakan mereka harus kembali ke Papua karena tidak menyelesaikan studi tepat waktu.
Laurens mengaku kaget sekali.
"Itu alasan yang tidak berdasar, karena berdasarkan data dan berdasarkan catatan, semua detail yang mereka tulis seperti program dan tahun kami mulai serta tahun kami diharapkan sudah menyelesaikan studi, semuanya salah total," kata Laurens kepada ABC News.
Baca Juga: Mahasiswa Papua di Malang Sebut 100 Persen Warganya Tak Setuju Pemekaran Provinsi
Menurut Laurens, dia dan mahasiswa lainnya lain berada di jalur yang benar dan tidak tertinggal dalam studi mereka.
Mereka telah meminta pemerintah untuk mengembalikan beasiswa mereka, tetapi belum menerima tanggapan.
Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Indonesia juga belum menanggapi pertanyaan rinci ABC.
Para mahasiswa seperti Laurens kini berjuang untuk tinggal di Selandia Baru dan menyelesaikan studi mereka.
“Kami tidak ingin pulang tanpa memiliki kualifikasi dan gelar sama sekali.”
Mereka mendapat dukungan dari anggota parlemen Partai Hijau Selandia Baru, Teanau Tuiono.
"Tidak masuk akal bagi mereka untuk mundur dan pulang, dan lebih masuk akal bagi mereka untuk benar-benar mencari jalan untuk menyelesaikan kualifikasi mereka dan melakukan semua hal baik yang ingin mereka lakukan untuk komunitas mereka," kata Teanau.
Teanau Tuiono telah melobi pemerintah Selandia Baru untuk membantu para mahasiswa ini.
"Saya juga melihat ini sebagai solidaritas antara masyarakat adat, seperti saya orang Maori di sini, di Ottawa, Selandia Baru.”
Salah satu masalah yang paling mendesak bagi mahasiswa Papua ini adalah visa mereka.
Visa pelajar Laurens berakhir pada bulan Oktober, tetapi dia belum dapat memperbaruinya tanpa surat sponsor dari Pemerintah Papua
Laurens mengatakan para siswa baru-baru ini diyakinkan oleh pejabat imigrasi Selandia Baru bahwa mereka tidak akan dideportasi.
Dia mengatakan departemen telah membentuk tim khusus untuk melihat situasi siswa.
“Kami diberitahu bahwa mereka akan memberi kami ruang sesuai dengan aplikasi kami.”
Teanau Tuiono menyambut langkah tersebut, namun dia mengatakan para siswa juga membutuhkan dukungan keuangan karena tunjangan hidup mereka dari pemerintah Papua akan dhentikan.
Ia mengatakan, tanpa tunjangan hidup, akan sulit untuk membayar sewa dan membeli makanan sehari-hari.
Teanau menambahkan, ia berharap ada universitas yang menawarkan bantuan.
“Seseorang perlu mengambil inisiatif dan mengambil tanggung jawab karena apa yang saya katakan adalah bagian yang tak terpisahkan."
Sebanyak 40 siswa Papua Barat di Selandia Baru, 100 lainnya di seluruh Australia, Amerika Serikat dan Kanada juga telah dibatalkan beasiswanya.
Teanau Tuiono menyesalkan kejadian ini.
“Jadi apakah itu kesalahan administrasi, atau salah urus di web, atau apa pun itu sebutannya, ini program yang diselenggarakan secara internasional, dan [yang terjadi] ini bukanlah kesalahan para siswa," pungkas Teanau.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari ABC Radio.