"Selaras dengan Piagam PBB, Jerman akan mengirimkan senjata untuk pertahanan diri kepada Ukraina dan menyetujui pengiriman dari negara ketiga."
Hal terpenting adalah "percepatan pengiriman senjata berat, efektif dan sistem yang rumit oleh Jerman." Namun begitu, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Akhir netralitas Saat ini kantor Kekanseliran masih disibukkan oleh pertanyaan, seberapa jauh sebuah negara bisa membantu Ukraina tanpa dianggap sebagai musuh oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Pemimpin Kremlin itu sempat mengancam negara-negara NATO dengan "serangan kilat" jika terbukti melakukan intervensi.
Belum lama ini, Scholz mewanti-wanti terhadap meletusnya perang nuklir. Dalam wawancara dengan mingguan "Der Spiegel" , dia melihat prioritas utama pemerintahannya terletak pada upaya mencegah perang melebar ke negara NATO.
Tapi siapa yang bisa menebak reaksi Putin? Atau seberapa jauh Jerman bisa mencampuri perang di Ukraina tanpa memprovokasi Rusia? Skenario tersebut menempatkan angkatan bersenjata Jerman-Bundeswehr dalam posisi pelik.
Menteri Pertahanan, Christine Lambrecht, baru-baru ini menghitung bahwa militer Jerman "di atas kertas" memiliki 350 panser infanteri, padahal yang siap pakai hanya berjumlah 150 buah.
Sementara dari 51 helikopter tempur yang ada, hanya sembilan yang bisa terbang secara berkala. Masalah ini mencuatkan pertanyaan, apakah anggaran khusus sebesar 100 miliar Euro akan cukup untuk memodernisasi Bundeswehr.
Bagi mereka yang berpengalaman memantau proses panjang pengadaan alutsista, pertanyaan itu akan mendesak untuk dijawab dalam beberapa tahun ke depan. rzn/as
Baca Juga: Jerman Mau Setop Impor Minyak Rusia, Polandia Beri Dukungan Penuh
