Perang Ukraina: Warga Korban Pengeboman Rusia Dituduh Buat Hoaks

SiswantoBBC Suara.Com
Rabu, 27 April 2022 | 09:33 WIB
Perang Ukraina: Warga Korban Pengeboman Rusia Dituduh Buat Hoaks
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah serangan udara menghantam sebuah sekolah di Kota Chernihiv, sebuah video korban selamat yang berlumuran darah menjadi viral di media sosial Ukraina. Tidak lama kemudian kisahnya diserbu oleh akun-akun pro-Kremlin, termasuk yang dipromosikan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, yang secara salah menuduhnya palsu.

"Tidak ada peluit, gemerisik atau suara tembakan [artileri]," kata Tania. "Tiba-tiba langsung mengenai gedung dan semuanya menjadi gelap. Gedungnya langsung runtuh."

Tania terjebak dalam serangan udara pada awal Maret. Dia saat itu sedang membantu menyortir pakaian untuk bantuan kemanusiaan di sekolah nomor 21 di Chernihiv, sebelah utara Ibu Kota Kyiv, ketika sebuah rudal menghantam gedung.

Meskipun pihak berwenang tidak menyebutkan nama sekolahnya, BBC dapat mengkonfirmasi bangunan itu melalui gambar yang diposting di aplikasi media sosial Telegram.

Baca Juga: AS Jadi Tuan Rumah Dialog Pertahanan Ukraina di Jerman

Pihak berwenang setempat melaporkan bahwa pesawat Rusia menyerang dua sekolah pada hari itu, menyebabkan sembilan orang tewas dan empat terluka.

Baca juga:

Tania jatuh terempas oleh ledakan itu. Dia mengatakan ketika sadar kembali, dia menyadari masih hidup dan bisa berjalan.

Dia lalu berdiri, melihat sekeliling dan melihat orang-orang dalam keadaan panik. Dia juga melihat mayat-mayat tergeletak di lantai, termasuk seorang wanita yang berdiri di sampingnya hanya beberapa menit sebelum serangan.

Sudah sangat ketakukan, dia lalu segera pulang ke rumah.

Baca Juga: Rusia Peringatkan Jangan Remehkan Soal Perang Nuklir atas Ukraina

Di sana, dia mengungah videonya di Instagram - masih berlumuran darah dan dengan luka yang terlihat di wajahnya - dia menjelaskan apa yang telah terjadi.

"Saya berada di sekolah nomor 21 ketika ledakan terjadi," katanya dalam klip itu. "Saya selamat. Semoga semuanya selamat juga. Saya harap kalian lebih beruntung dari saya.

"Mengapa saya merekam cerita ini? Ini karena banyak anak di dalam sekolah. Saya tidak tahu apakah mereka selamat. Kirim saja video ini ke semua teman-teman Rusia kalian."

Dalam hitungan jam, videonya menjadi viral di Ukraina. Klip itu langsung dilihat puluhan ribu orang di Instagram saja, dan diambil oleh sejumlah situs berita Ukraina.

Tania mengatakan kepada BBC bahwa dia telah memperoleh ribuan pengikut baru dan menerima puluhan pesan di Instagram, banyak yang mendukung, ada juga yang mengancam.

Orang-orang dari Rusia termasuk di antara mereka yang memberi respons kepadanya. Beberapa dari mereka meminta maaf atas tindakan otoritas Rusia.

Diklaim dibuat-buat

Teman-teman Tania segera mengirimkan beberapa tangkapan layar dari media Rusia dan Belarusia, di mana videonya digambarkan sebagai rekayasa.

Laporan-laporan itu menggambarkannya sebagai "anak sekolah", dengan mengklaim bahwa luka di wajahnya tidak nyata, dan menuduh darah di wajahnya tidak terlihat alami dan bahwa dia berperilaku terlalu "normal" untuk orang yang baru saja selamat dari pengeboman.

Klaim-klaim itu salah semua. Tania bukan "anak sekolah" - dia sudah berusia 29 tahun dan bekerja sebagai pramusaji sebelum invasi Rusia dimulai.

Gambar yang dia ambil dari dirinya sendiri pada hari kedua setelah serangan - dibagikan kepada BBC - dengan jelas menunjukkan cedera wajah yang konsisten dengan rekaman yang dia posting di Instagram.

Walau terlihat tetap tenang, Tania mengatakan kepada BBC bahwa dia "sangat terkejut" ketika merekam video tersebut.

"Saya saat itu tetap tenang dan tidak takut, cuma terkejut," katanya. "Beberapa jam setelah itu, saya baru histeris. Selama dua hari berikutnya, saya tidak bisa makan atau tidur, saya hanya menangis. Kejadian itu seperti mimpi buruk."

Beberapa laporan Rusia juga mengklaim sekolah-sekolah di seluruh Ukraina telah berhenti beroperasi pada awal invasi, dan mengklaim tidak mungkin ada banyak anak di sekolah itu pada saat serangan.

Namun sekolah itu digunakan sebagai tempat pengumpulan bantuan kemanusiaan dan dianggap sebagai tempat yang aman oleh penduduk setempat, kata Tania, beberapa di antaranya membawa anak-anak mereka ke sana.

Pejabat yang mengkonfirmasi akun itu. Vyacheslav Chaus, kepala pemerintahan negara bagian Chernihiv, memberi tahu kami bahwa ruang bawah tanah sekolah bersifat terbuka sehingga warga sipil setempat dapat bersembunyi jika terjadi serangan pengeboman.

Tim pencari fakta palsu

Tania adalah satu dari warga sipil Ukraina yang telah dituduh secara salah oleh media Rusia - dan bahkan pemerintah Rusia - soal bagaimana membuat hoaks soal serangan di negara tersebut.

Di antara sumber utama yang menyebarkan klaim palsu tentang Tania adalah akun bernama War on Fakes, yang video palsunya sejauh ini telah dilihat lebih dari 400.000 kali di Telegram.

Dipromosikan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia dan kedutaan besarnya di media sosial, ini adalah proyek "pemeriksaan fakta" multibahasa yang mengklaim memberikan "informasi yang tidak bias tentang apa yang terjadi di Ukraina".

Mereka juga mencantumkan informasi palsu seperti tuduhan terhadap Tania. Dan isinya mengulangi poin pembicaraan Moskow tentang perang: klaim bahwa Ukraina adalah agresor, bahwa Ukraina melakukan kejahatan perang yang meluas, dan bahwa setiap bukti kesalahan Rusia itu hanyalah rekaan.

Cerita-cerita, baik yang diatribusikan pada akun War on Fakes maupun yang menyebarkan argumennya, muncul di komunitas pro-Kremlin di jejaring sosial Rusia VK, sejumlah outlet media regional Rusia, dan setidaknya di satu kantor berita dan TV pemerintah Belarusia.

Kesedihan dan kilas balik

Tania mengaku tidak merasa marah melainkan sedih ketika melihat klaim-klaim palsu tentang dirinya yang beredar secara online.

"Saya merasa sedih dan kasihan pada orang-orang yang percaya pada semua kebohongan itu. Mereka sangat takut untuk mengakui perang ini nyata dan semua hal ini memang terjadi, jadi lebih mudah bagi mereka untuk mencari alasan atau pembenaran untuk tidak mempercayainya atau menganggap cerita saya palsu. Lebih mudah bagi mereka untuk percaya bahwa Ukraina adalah teater dan orang Ukraina adalah aktornya."

Tania telah meninggalkan Ukraina, dan kini berada di Polandia. Dia sekarang memiliki bekas luka di wajahnya.

Penglihatannya rusak oleh pengeboman itu dan dia mengaku kini menderita stres pasca-trauma.

"Saya masih terus terbayang serangan itu, bahkan ketika saya sudah di Polandia," katanya. "Terus terang, saya rasa saya belum siap untuk kembali pulang."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI