Suara.com - Pesatnya perdagangan bebas dan semakin banyaknya perjanjian dagang yang diikuti Indonesia, membawa isu perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) menjadi perhatian utama pemerintah. Sebagai wujud komitmen pengendalian impor dan ekspor barang-barang hasil pelanggaran HKI, pemerintah melalui Bea Cukai mengeluarkan beberapa kebijakan perlindungan HKI, salah satunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 40 tahun 2018.
Berdasarkan aturan ini, Bea Cukai berwenang untuk melakukan penegahan atas barang-barang yang diduga melanggar HKI atas merek dan hak cipta, apabila barang-barang tersebut dicatat dalam sistem rekordasi Bea Cukai. "Dengan aturan tersebut, diharapkan pengawasan Bea Cukai terhadap HKI akan semakin efektif, hingga dapat mengeluarkan Indonesia dari Priority Watch List (PWL) atau daftar negara-negara yang menurut United States Trade Representative (USTR) dianggap belum serius dalam melindungi dan melakukan penegahan barang barang yang diduga melanggar HKI," kata Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Hatta Wardhana.
Memang tak dapat dipungkiri, saat ini Indonesia merupakan pasar dagang yang sangat besar, hingga mampu menarik para produsen untuk memproduksi dan memperdagangkan produknya, termasuk produk palsu. Bahkan menurut Studi Dampak Pemalsuan terhadap Perekonomian Tahun 2020 oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), diketahui bahwa nilai produk palsu yang beredar di masyarakat pada tahun 2020 telah mencapai Rp 148,8 miliar dengan total opportunity loss sebesar Rp291 triliun, angka ini meningkat tajam sebesar 347% sejak 2015.
"Masyarakat perlu menyadari pentingnya perlindungan HKI. Hingga saat ini, ada 25 HKI yang sudah terdaftar di Bea Cukai dan jumlah ini masih perlu kita tingkatkan. Maka bertepatan dengan Hari HKI Sedunia yang jatuh pada hari ini, 26 April, Bea Cukai tak henti mengimbau masyarakat, khususnya para pemilik atau pemegang hak, untuk dapat berpatisipasi dalam penegakan HKI. Caranya ialah dengan mendaftarkan barang HKI berupa merek dan hak cipta pada sistem rekordasi Bea Cukai," ujarnya.
Baca Juga: Banyak Dijual Murah, Kemenkeu Pantau Harga-harga Rokok
Perekaman atau rekordasi dilakukan dengan pengajuan permohonan oleh pemilik atau pemegang hak kepada Bea Cukai melalui sistem CEISA HKI (masuk melalui portal pengguna jasa customer.beacukai.go.id). Permohonan rekordasi akan diputuskan diterima atau tidak setelah dilakukan proses validasi data dengan pangkalan data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) serta pemenuhan syarat formal dan materil yang diatur dalam PMK 40 Tahun 2018. "Saat ini rekordasi dilakukan di Subdit Kejahatan Lintas Negara Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pusat Bea Cukai. Pendaftaran (rekordasi) ini tidak dipungut biaya," tambahnya.
Hatta menjelaskan database pencatatan atau rekordasi yang didaftarkan oleh para pemilik atau pemegang hak tersebut akan digunakan Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap barang impor atau ekspor yang diduga melanggar HKI. Pengawasan dapat dilakukan petugas Bea Cukai melalui pengumpulan data dan informasi intelijen, pemeriksaan fisik barang, atau penelitian dokumen.
“Jika pemilik atau pemegang hak belum melakukan rekordasi, tetapi memiliki bukti kuat adanya pelanggaran HKI atas produknya, maka ia dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Niaga untuk mengeluarkan perintah penangguhan sementara atas pengeluaran barang impor atau ekspor di border. Penegakan HKI di border yang dilakukan oleh Bea Cukai ini juga merupakan bentuk dukungan pemerintah untuk ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual,” papar Hatta.
Ia menuturkan, dalam kurun waktu 2019-2021, Bea Cukai telah tiga kali melakukan penegahan barang impor yang terbukti melanggar HKI. "Dua pelanggaran atas komoditas ballpoint merek “Standarpen” berhasil kami tegah di Pelabuhan Tanjung Perak pada tahun 2019 dan 2021, lalu satu pelanggaran atas produk pisau cukur merek “Gillette” ditegah di Pelabuhan Tanjung Emas pada tahun 2020," terang Hatta.
Untuk semakin meningkatkan efektivitas pengawasan, Bea Cukai ikut berperan serta dalam Satuan Tugas Operasi Program Perlindungan dan Penegakan Hukum di Bidang Kekayaan Intelektual bersama dengan DJKI sebagai leading sector, Polri, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca Juga: Bea Cukai Terus Berupaya Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan Pengawasan Rokok Ilegal
"Melalui sinergi tersebut, Bea Cukai terus berupaya memberantas ancaman kejahatan lintas negara, yang salah satu objeknya adalah HKI, agar dapat menciptakan iklim investasi Indonesia yang semakin kondusif sehingga dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional," tutup Hatta.