Suara.com - Bagaimana sejarah Gunung Anak Krakatau yang baru-baru dinaikkan statusnya dari waspada menjadi siaga? Simak penjelasannya berikut.
Gunung Anak Krakatau meletus kembali sejak aktivitasnya meningkat pada tanggal 22 April 2022. Sebenarnya bukan kali pertama ini Gunung Anak Krakatau erupsi. Ada sejarah Gunung Anak Krakatau yang panjang dan perlu anda ketahui.
Kini, status Gunung Anak Krakatau menjadi siaga karena adanya peningkatan aktivitas erupsi pada tanggal 24 April 2022. Menurut rilis dari ESDM, tinggi kolom hembusan sekitar 25 – 3000 meter dari atas puncak Gunung Anak Krakatau.
Sebelumnya, pada 23 April 2022 sekitar pukul 12:19 WIB lava terlihat mengalir dan masuki laut, hasil estimasi energi seismik juga meningkat tajam bersamaan dengan membesarnya amplitudo tremor dan erupsi yang menerus.
Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Meletus Berstatus Siaga, Warga Pesisir Diminta Waspada
Sejarah Gunung Anak Krakatau
Hampir tepat sebulan lalu, 24 Maret 2022, Gunung Anak Krakatau juga menyemburkan abu vulkanik setinggi 1.000 meter. Tidak hanya itu, gunung yang berada di Selat Sunda ini juga mengalami beberapa kali erupsi.
Jika ditarik lebih ke belakang, awal mula sejarah Gunung Anak Krakatau berawal ketika erupsi Gunung Krakatau pada 1883. Saking dahsyatnya letusan, menyebabkan tubuh Gunung Krakatau runtuh dan menciptakan kaldera.
Hasil dari letusan tersebut menciptakan kaldera pada bawah laut yang kelak akan membentuk gunung sampai muncul ke permukaan laut. Nah, Gunung Anak Krakatau sekarang inilah hasil dari letusan masa lalu.
Mundur lebih jauh lagi, pada abad ke-5 Masehi, cikal bakal Gunung Krakatau disebut-sebut adalah Gunung Batuwara. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa Gunung Batuwara, yang telah tertuliskan pada naskah kuno Jawa, merupakan Gunung Krakatau Purba.
Baca Juga: Status Gunung Anak Krakatau Naik Jadi Siaga, Ini Potensi Bahayanya
Gunung Batuwara mengalami erupsi hebat dan mengakibatkan tsunami besar. Sebagian tanah ambles hingga menciptakan Selat Sunda, serta membagi sebagian Pulau Jawa dan melahirkan Pulau Sumatera.
Diketahui letusan tersebut mengakibatkan Gunung Krakatau Purba hancur dengan menghasilkan kaldera pada bawah laut. Pada tepi kawahnya terbentuk tiga pulau, yaitu Pulau Rakata, Pulau Panjang (Pulau Rakata Kecil), dan terakhhir Pulau Sertung.
Karena adanya dorongan vulkanik dari dalam perut bumi Pulau Rakata, salah satu pulau hasil dari letusan Gunung Krakatau Purba yang terjadi pada abad ke-5 Masehi, membentuk gunung baru yang terbuat dari batuan basaltic. Saat proses ini, tercipta dua gunung lain pada kawah yang sama, yaitu Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan.
Diketahui, pada masa prasejarah, ahli geologi telah memperkirakan bahwa di masa purba, ada gunung yang sangat besar di Selat Sunda. Gunung tersebut kemudian meletus dengan dahsyat sehingga menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba. Gunung tersebut meletus pada tahun 416 Masehi dan mengakibatkan dua pertiga bagian gunung tersebut hancur.
Letusan dari gunung api tersebut menyisakan tiga pulau kecil yang diberi nama Pulau Sertung, Pulau Rakata atau Krakatau besar, dan Pulau Panjang atau Krakatau kecil. Adanya pertumbuhan lava yang terjadi dalam kaldera Rakata ini kemudian membentuk dua pulau vulkanik yaitu Danan dan Perbuatan.
Lebih lanjut Gunung Danan dan Gunung Perbuatan tersebut menyatu menjadi satu pulau dengan Pulau Rakata tempat Gunung Rakata berdiri. Persatuan dari gunung api inilah yang kemudian disebut Gunung Krakatau.
Seperti itulah sejarah Gunung Anak Krakatau yang baru-baru ini statusnya ditingkatkan menjadi siaga. Semoga informasi ini bermanfaat untuk Anda.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa