Partai Mahasiswa Indonesia, Ditolak Sejumlah Kelompok Mahasiswa

Siswanto Suara.Com
Senin, 25 April 2022 | 17:07 WIB
Partai Mahasiswa Indonesia, Ditolak Sejumlah Kelompok Mahasiswa
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejumlah aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menolak dikaitkan dengan Partai Mahasiswa Indonesia yang dianggap "tidak mewakili perjuangan" mereka dan justru dicurigai "ditunggangi kepentingan politik tertentu untuk memecah gerakan mahasiswa".

Menurut dokumen yang diperoleh BBC News Indonesia dari Kementerian Hukum dan HAM, Partai Mahasiswa Indonesia resmi berbadan hukum sejak 21 Januari 2022 dan telah tercantum dalam surat penyampaian data partai politik ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Namun, keberadaannya baru mengemuka ke publik belakangan ini.

Partai ini diketuai oleh Eko Pratama, yang merupakan Koordinator Pusat BEM Nusantara, salah satu kelompok gerakan mahasiswa yang paling dikenal di Indonesia dan belakangan pecah menjadi dua kubu.

Baca Juga: Muncul Partai Mahasiswa Indonesia, Politisi PDIP Duga Ada Sponsor Tajir Terlibat

Ridho Alamsyah -- dari BEM Nusantara yang berseberangan dengan kubu Eko -- menyatakan pembentukan partai ini "mengkhianati" perjuangan mahasiswa di tengah rentetan aksi unjuk rasa yang belakangan mereka gelar, dari menolak penundaan pemilu hingga tuntutan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok.

Ketua BEM Seluruh Indonesia (SI), Kaharuddin, juga menolak partai politik tersebut mengatasnamakan mahasiswa.

Sebab menurut dia, orientasi partai politik yang mengarah pada kekuasaan bertentangan dengan perjuangan mahasiswa yang berbasis pada gerakan moral, bukan kepentingan tertentu.

"Ini tidak merepresentasikan kepentingan mahasiswa Indonesia," kata Kaharuddin kepada BBC News Indonesia, Minggu (24/04).

"Di sana ada kepentingan politik atau segelintir orang yang ingin memakai nama mahasiswa Indonesia. Kami dari BEM SI tegaskan untuk menolak keras pemakaian nama mahasiswa Indonesia dari partai yang dibentuk, karena perlu menjaga independensi dari mahasiswa itu sendiri, baik dari politik praktis atau kepentingan partai politik," kata Kaharuddin.

Baca Juga: Soal Partai Mahasiswa Indonesia, Pengamat: Siapa Pemodalnya?

Baca juga:

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai bahwa kemunculan Partai Mahasiswa Indonesia ini "aneh" karena sikap politiknya "yang tidak jelas, sumber dananya yang tidak diketahui, serta sepak terjang pengurusnya yang jarang terdengar".

Menurut Adi, keberadaan Partai Mahasiswa Indonesia justru "rentan ditunggangi".

Hal serupa juga disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Airlangga, Aribowo yang menenggarai bahwa pendirian Partai Mahasiswa Indonesia bertujuan "memilah" dan "menetralisasi" gerakan mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Mahasiswa Indonesia, Eko Pratama, menolak diwawancarai oleh BBC News Indonesia.

Eko menyatakan "belum bisa diwawancarai untuk sekarang" dan menjanjikan akan mengirim pernyataan tertulis terkait pendirian Partai Mahasiswa Indonesia.

Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan tertulis dari Eko.

Mengapa Partai Mahasiswa Indonesia dibentuk?

Koordinator BEM Nusantara untuk Pulau Jawa, Ahmad Marzuki -- yang satu kubu dengan Eko -- mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa pembentukan partai politik ini adalah wujud "perjuangan alternatif di luar gerakan mahasiswa di jalanan".

"Kita lihat dinamika politik, tidak selamanya perjuangan jalanan itu memberikan dampak yang bagus dan ketika kita mau mengubah sistem di situasi sekarang, kita harus masuk ke dalam sistem itu," kata Ahmad, yang sempat menemui Kepala Dewan Pertimbangan Presiden Wiranto pada 8 April 2022, beberapa hari sebelum aksi unjuk rasa mahasiswa untuk menolak penundaan Pemilu.

Menurut Ahmad, apa yang dilakukan oleh Partai Mahasiswa ini adalah "wujud perjuangan jangka panjang".

Partai Mahasiswa Indonesia, lanjut dia, juga diharapkan untuk menyuarakan isu-isu sosial yang dihadapi masyarakat.

'Mengkhianati perjuangan mahasiswa'

Ridho Alamsyah dari BEM Nusantara mengatakan tidak pernah ada konsolidasi atau pembahasan mengenai pembentukan partai politik ini.

"Kami kaget partainya sudah terbentuk, entah kapan kongresnya, bagaimana AD-ART-nya, tiba-tiba disahkan oleh Kemenkumham. Ini partai kok tiba-tiba lahir, tanpa persiapan matang, tapi mengatasnamakan mahasiswa," ujar Ridho.

Dia menganggap pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia ini "tidak etis" karena tidak melibatkan mahasiswa secara luas, namun dibentuk seolah-olah mewakili suara mahasiswa.

"Ini kan mengkhianati perjuangan teman-teman, yang hari ini berjuang di jalanan, berjuang dengan cara lain, tiba-tiba mereka mengambil momentum dengan membentuk partai di saat mahasiswa sedang bergerak, ini patut dicurigai," lanjut dia.

Selain itu, Ridho menilai tidak realistis bagi seorang mahasiswa membentuk sebuah partai politik tanpa ada donatur di baliknya.

"Kita tahu sendiri membentuk partai politik itu butuh biaya besar," ujarnya.

"Curiga kami ada donatur kuat yang ingin mencoba memecah belah gerakan mahasiswa yang saat ini sedang kencang-kencangnya terhadap pemerintah," kata Ridho.

Pengamat politik UIN, Adi Prayitno, mengatakan wajar apabila muncul dugaan bahwa partai ini didanai oleh pihak lain.

"Partai politik kan bukan organisasi sukarela, tapi harus digerakkan dengan mesin uang dan modal cukup kuat. Kalau pun ada mahasiswa kaya, belum tentu sanggup membiayai parpol," ujar Adi.

Terkait kecurigaan itu, Ahmad Marzuki, mengatakan hal itu "hanya spekulasi yang tidak terbukti". Sedangkan sumber pendanaan Partai Mahasiswa Indonesia, lanjut dia, bisa saja berasal dari "gerakan kolektif".

'Mahasiswa perlu dijaga independensinya'

Ketua BEM Seluruh Indonesia, Kaharuddin, mengatakan pihaknya keberatan dengan embel-embel mahasiswa yang digunakan pada penamaan partai politik tersebut.

Sebab menurut dia, perjuangan mahasiswa semestinya berbasis gerakan moral dan menghindari politik praktis.

"Nama itu tidak merepresentasikan sama sekali mahasiswa di Indonesia, justru mahasiswa perlu dijaga independensinya dari kepentingan partai politik atau pun politik praktis," ujar Kaharuddin ketika dihubungi.

Kehadiran Partai Mahasiswa Indonesia, lanjut dia, justru dikhawatirkan akan membuat gerakan mahasiswa tidak lagi dipandang sebagai gerakan moral yang berpihak pada masyarakat, namun dilandasi oleh kepentingan politik tertentu.

"Masyarakat mau percaya siapa lagi kalau ada partai mahasiswa? Yang betul-betul membuat gerakan moral itu kan mahasiswa, jadi kalau ada partai ini menjadi tanda tanya, masyarakat mempercayai siapa lagi untuk menyuarakan suaranya?" kata Kaharuddin.

Baik BEM SI maupun BEM Nusantara yang bertentangan dengan kubu Eko menyatakan akan berkonsolidasi untuk menentukan langkah selanjutnya terkait kehadiran Partai Mahasiswa Indonesia ini.

Dicurigai akan 'menetralisasi' gerakan mahasiswa

Adi Prayitno mengatakan pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia "tidak akan berpengaruh signifikan" dalam mengubah pola pergerakan mahasiswa di Indonesia, sepanjang aktivis mahasiswa dari kampus-kampus yang menjadi episentrum pergerakan tidak terlibat di dalamnya.

Menurut dia, kemunculan partai politik ini justru akan mempertegas batas antara faksi mahasiswa yang bergerak secara independen dengan mahasiswa yang berafiliasi dengan kepentingan politik tertentu.

"Justru khawatirnya partai mahasiswa itu hanya menjadi bemper untuk melawan mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan yang tidak prorakyat," kata Adi.

Oleh sebab itu, Adi meminta Partai Mahasiswa Indonesia membuktikan bahwa mereka betul-betul berpihak pada kepentingan rakyat, bukan sekadar menjadi "kaki tangan" dari kelompok tertentu.

Hal senada juga disampaikan oleh pengamat politik Universitas Airlangga, Aribowo. Menurutnya, munculnya Partai Mahasiswa Indonesia menunjukkan intensi pihak tertentu untuk "memilah opini masyarakat terkait isu gerakan mahasiswa".

"Dianggap itu bisa mengurangi atau membuat sisi lain supaya masyarakat akan membaca bahwa, ini lho ternyata ada yang dia sebut Partai Mahasiswa Indonesia yang tidak sepemikiran dengan BEM lain yang betul-betul untuk kepentingan masyarakat," jelas Aribowo.

Namun dia menegaskan upaya itu tidak akan berhasil, sebab fenomena seperti ini sebetulnya telah berulang kali terjadi dalam sejarah pergerakan mahasiswa. Hanya saja, baru kali ini ada yang sampai pada titik menjadi partai politik berbadan hukum.

Menurut Aribowo, faksi-faksi mahasiswa yang pragmatis itu pada akhirnya akan kalah pada gerakan mahasiswa yang lebih besar yang benar-benar mengusung suara masyarakat.

"Jadi tidak cerdas pemerintah menetralisir mahasiswa dengan cara seperti itu, mereka hanya akan mengeluarkan energi, dana, dan fasilitas macam-macam tapi tidak ada dampak yang maksimal. Tidak akan berhasil," ujarnya.

Gerakan mahasiswa di Indonesia, kata Aribowo, sejatinya tidak bertujuan untuk mengejar jabatan atau kekuasaan, melainkan lebih sebagai kekuatan moral untuk mengubah keadaan sosial.

Baik Adi maupun Aribowo juga "tidak yakin bahwa Partai Mahasiswa Indonesia bisa lolos tahap verifikasi" oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengikut Pemilihan Umum 2024 mendatang.

REKOMENDASI

TERKINI