Kampanye pada putaran kedua juga didukung beberapa surat kabar Prancis, yang menyebutkan beberapa peringatan jika kemenangan Le Pen akan membuat Prancis menjadi mitra yang tidak dapat diandalkan di luar negeri dan akan mengganggu persatuan nasional.
Macron mengakui ada pertempuran yang terkadang pahit melawan Le Pen dan tawaran pesan persatuan kepada para pendukungnya dengan mengatakan: "Kita sekarang harus menghormati karena kita memiliki begitu banyak perpecahan dan keraguan."
Mengapa pendekatan Le Pen gagal?
Le Pen, seorang populis sayap kanan dari Partai National Rally (RN), dianggap mengancam kekacauan besar dalam politik Prancis dan Eropa jika ia terpilih.
Secara historis, RN dituduh mendukung kebijakan rasis, anti-semitisme dan anti-Islam. Namun, pada bulan-bulan menjelang putaran kedua hari Minggu (24/04), dia berusaha melunakkan citra partainya terkait imigrasi sebagai upaya merayu lebih banyak pemilih.
Le Pen berkampanye untuk menegakkan identitas tradisional Prancis, sementara janjinya mengatasi krisis biaya hidup juga menuai kritikan.
Banyak pendukung menyambut sikapnya yang lebih lembut ke UE — tidak lagi mengancam untuk keluar dari blok tersebut.
Namun, kritiknya terhadap NATO pada invasi Rusia ke Ukraina mungkin telah membuat beberapa orang menjauh.
Tuduhan baru terhadapnya dan anggota partai yang diduga menggelapkan dana UE selama menjadi anggota parlemen Eropa mendorong penurunan kepercayaan para pemilih, meskipun dia telah membantah tuduhan itu.
Baca Juga: 5 Fakta Kemenangan Emmanuel Macron Melawan Le Pen yang Anti-Hijab di Pilpres Prancis
Le Pen kepada para pendukungnya mengatakan, "tidak memiliki perasaan sedih" atas kekalahan tersebut.