Suara.com - Kendati klaim netralitas oleh Beijing, media sosial di Cina dibanjiri propaganda pro-Rusia seputar perang di Ukraina. Analis meyakini kampanye tersebut mengindikasikan niat Partai Komunis menghasut sentimen antibarat.
Maraknya gelombang kampanye pro-Rusia di ruang digital Cina dideteksi oleh Doublethink Lab, sebuah lembaga investigasi digital di Taiwan.
Dalam laporannya yang dirilis belum lama ini, mereka menyimpulkan kedekatan hubungan media pemerintah antara kedua negara mempermudah penyebaran materi propaganda di media sosial Cina.
Jerry Yu, analis di Doublethink Lab, mengklaim sejak invasi dimulai 24 Februari silam, media-media pemerintah dan influencer media sosial Weibo rajin menyebar narasi pro-Rusia, antara lain teori konspirasi yang mengaitkan Presiden Ukraina, Volodomyr Zelenskyy, dengan aksi protes pro-demokrasi di Hong Kong pada 2019 silam.
"Media-media seperti Global Times atau CGTN mengadopsi narasi ekspansi NATO sebagai alasan invasi, dan lalu fokus pada klaim denazifikasi Ukraina, dengan mengutip pidato atau pernyataan pejabat Rusia,” tulis Yu dalam laporan tersebut.
Sejumlah analis meyakini propaganda Rusia menguntungkan posisi Partai Komunis Cina. "Jelasnya, sejumlah pejabat tinggi partai memutuskan bahwa mendukung narasi Rusia tentang apa yang terjadi di Ukraina menguntungkan secara strategis, " kata Sarah Cook, Direktur Cina di Freedom House, lembaga wadah pemikir AS.
Adapun Maria Repnikoba, peneliti di Georgia State University, meyakini propaganda pro-Rusia memudahkan Beijing membangun sikap antipati terhadap barat, yang semakin memperkuat posisinya di dalam negeri.
"Saya sudah kenyang melihat retorika pro-Rusia yang dibuat untuk menebar keraguan terhadap legitimitas AS, negara-negara barat dan NATO,” kata dia.
Banjir propaganda di media sosial Riset Doublethink Lab menunjukkan netizen Cina sebelumnya tidak banyak mengetahui diskursus seputar "Nazi Ukraina”, dan bahwa tema-tema tersebut tidak menjaring banyak perhatian media di Cina.
Baca Juga: Perang Ukraina dan Tindakan Pasukan Rusia: Kami Dijadikan Tameng Manusia
Beberapa hari menjelang invasi, otoritas Cina menerbitkan perintah resmi kepada media untuk hanya mengutip sumber resmi, yakni kantor berita Xinhua, harian People's Daily atau stasiun televisi CCTV, yang 2015 menjalin perjanjian kerjasama dengan media pemerintah Rusia.