Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang gugatan terhadap Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau UU IKN yang diajukan oleh mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), hingga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Senin (25/4/2022).
Salah satu alasan pemohon mengajukan gugatan pengujian formil tersebut ialah lantaran cepatnya proses pembahasan UU IKN sampai dinyatakan sah.
Kuasa hukum Busyro dan kawan-kawan, Muhammad Arman menerangkan kalau pembahasan RUU IKN di DPR RI hanya menghabiskan waktu 17 hari saja. Hal tersebut dinyatakannya karena RUU yang dibahas sejak 7 Desember 2021 hingga 18 Januari 2022 itu dipotong oleh masa reses.
"Tapi jika dikurangi masa reses DPR terhitung 16 Desember sampai 10 Januari 2020 praktis RUU IKN hanya dibahas 17 hari saja," kata Arman.
Baca Juga: Tanda Tangan 53 Kuasa Hukum Penggugat UU IKN Belum Lengkap, MK Beri Waktu 2 Pekan Agar Diperbaiki
Sebelum dijadikan undang-undang, Arman juga menyinggung soal cepatnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan pemindahan ibu kota ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Menurutnya Jokowi memutuskan lokasi IKN baru tanpa melalui audit penguasaan wilayah.
Sementara itu, terdapat masalah yang terjadi di lapangan di mana terdapat tumpang tindih lahan yang digunakan untuk membangun IKN Nusantara.
"Juga masyarakat adat dan lokal yang tidak dilibatkan (dalam) ibu kota negara," ungkapnya.
Kemudian, alasan permohonan pengajuan gugatan lainnya ialah di mana kajian lingkungan hidup strategis yang dibuat dengan waktu yang cepat. Ia juga menyebut kalau kajian itu dilakukan setelah negara memilih Kalimantan Timur sebagai lokasi pembangunan IKN Nusantara.
"Hal ini menimbulkan tandatanya ibu kota macam apa yang dinginkan dan untuk kepentingan siapa pembentukan UU IKN karena seluruh pembahasan dilakukan di tengah pandemi, proses yang tertutup, dan tergesa-gesa, serta sangat terbatas di kalangan elit dan birokrat," jelasnya.
MK Minta Perbaikan
Dari hasil pemeriksaan permohonan, hakim MK mengungkapkan masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki oleh tim kuasa hukum.
Salah satu hal yang mesti diperbaiki oleh tim kuasa hukum ialah terkait kurang lengkapnya isi berkas permohonan. Di mana masih ada sejumlah kuasa hukum yang belum melakukan penandatanganan sebagai penerima kuasa.
Sidang perkara Nomor 54/PUU-XX/2022 itu dipimpin oleh Majelis Hakim MK Aswanto dengan anggotanya Manahan Malontinge Pardamean Sitompul dan Saldi Isra.
"Sidang kita hari ini selesai tapi sebelum kita tutup kami perlu menyampaikan bahwa sadara diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan kalau sadara mau melakukan perbaikan," kata Hakim Aswanto.
Setidaknya sebanyak 53 kuasa hukum ikut terlibat dalam pengajuan gugatan tersebut. Namun dari jumlah itu, baru ada 28 orang yang membubuhkan tanda tangan.
Sebelumnya, Hakim MK Saldi Isra meminta tim kuasa hukum untuk mengecek ulang ketersediaan 25 kuasa hukum yang belum melakukan tanda tangan.
Ia juga menyebut kalau banyaknya kuasa hukum yang tertulis pada gugatan itu akan terlihat gagah. Padahal menurutnya, MK tidak menilai dari jumlah kuasa hukum yang terlibat tetapi dari argumentasi.
"Banyak sekali yang tidak tanda tangan, jangan-jangan coba-coba saja ini paling tidak ya numpang beken namanya ada di permohonan ini," ucapnya.
Karena itu, ia meminta kepada tim kuasa hukum untuk memperbaikinya karena harus mengikuti aturan yang ada.
"Saya ingatkan nanti tolong dicocokkan yang tanda tangan, yang sulit sekali di dihubungi ya di drop saja, lalu disesuaikan antara yang menandatangani di permohonan dengan yang menerima kuasa, supaya itu tidak terdapat lagi soal yang begini ke depan," tegasnya.