Pro dan Kontra Kebijakan Larangan Ekspor Minyak Goreng, Respon DPR Terpecah

Sabtu, 23 April 2022 | 17:51 WIB
Pro dan Kontra Kebijakan Larangan Ekspor Minyak Goreng, Respon DPR Terpecah
Potret ruang sidang DPR (Suara.com/Ria Rizki Nirmala Sari)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor CPO (minyak sawit mentah) beserta minyak goreng sebagai produk turunannya menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Respon para anggota DPR terpecah menjadi dua, yakni beberapa dari mereka menyetujui kebijakan ini bermanfaat bagi negara. Sedangkan anggota DPR lainnya menilai bahwa kebijakan Jokowi tersebut merugikan rakyat.

Apresiasi dari anggota DPR

Salah satu respon positif datang dari Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam yang memberikan apresiasinya atas ketegasan Jokowi melarang ekspor minyak goreng. Mufti juga menilai bahwa negara tetap hadir bersama rakyat di tengah krisis pangan.

"Top markotop, Pak Presiden. Kebijakan ini bukti negara hadir menjaga kebutuhan rakyat, negara hadir mendahulukan kepentingan rakyat, negara hadir melawan kepentingan pengusaha CPO (crude palm oil), dan oligarki sawit yang sedang berburu cuan di saat harga melonjak di pasar global," ujar Mufti, Jumat (23/4/2022).

Baca Juga: Legislator PKS Minta Larangan Ekspor Minyak Goreng Tak Senasib Seperti Larangan Ekspor Batu Bara yang Seumur Jagung

Politisi PDI Perjuangan tersebut juga berpendapat bahwa pemerintah idealnya fokus dalam pemenuhan kebutuhan minyak goreng terlebih dahulu sebelum kembali membuka pintu ekspor.

"Intinya sejak awal saya memang bilang bahwa pemerintah harus banjiri pasar dahulu sampai situasi normal, sampai harga baru yang terjangkau ini terbentuk. Baru buka kembali keran ekspor," lanjut Mufti.

Mufti juga mengapresiasi kebijakan tersebut lantaran mengembalikan reputasi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan minyak goreng di negerinya sendiri.

"Fenomena beberapa bulan ini menunjukkan sebuah ironi, di mana Indonesia sebagai produsen CPO terbesar justru mengalami kelangkaan minyak sawit," ujar Mufti

"Kebijakan Presiden Jokowi kembali menegakkan kedaulatan dan kemampuan kita sebagai produsen CPO raksasa dunia yang tampil membela rakyatnya," lanjutnya. 

Baca Juga: Tersangka Korupsi Minyak Goreng Jadi Sponsor Klub Persis Solo, Gerakan Perubahan Desak Kejagung Periksa Kaesang

Anggota DPR lain meminta tinjauan kembali kebijakan

Berseberangan dengan Mufti, sosok Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Hanteru Sitorus menilai bahwa kebijakan tersebut merugikan petani kecil dan mendesak pemerintah untuk meninjau kebijakan tersebut.

"Karena ujungnya, kebijakan tersebut bisa merugikan petani kecil dan mendorong lonjakan harga, termasuk produk turunan seperti minyak goreng," ujar Deddy melalui keterangan tertulis, Jumat (22/04/2022).

Bahkan, Deddy juga menilai pelarangan ekspor minyak sawit dan produk turunannya akan mengganggu industri CPO secara menyeluruh.

"Tetapi ini bisa merusak industri CPO secara keseluruhan, industri minyak goreng juga; dan ini merugikan petani-petani kecil yang ada di pedalaman, terutama petani sawit kecil, pemilik lahan sawit sedang, dan pemilik kebun sawit yang tidak memiliki pabrik pengolahan CPO, refinery atau pabrik minyak goreng," tegasnya. 

Deddy juga menilai bahwa kebijakan ini menuai pertentangan dari luar negeri lantaran minyak sawit merupakan komoditas global. Ia juga mendesak presiden untuk mempertimbangkan kebijakan kembali.

"Moratorium ini bisa menjadikan konsekuensi terjadinya keberatan dari negara-negara lain karena barang ini adalah komoditas global. Jadi mohon diperhatikan Bapak Presiden, mohon kembalikan kebijakannya ke jalur yang benar," pungkas Deddy.

Kontributor : Armand Ilham

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI