Selain itu, pihaknya juga melihat literatur dari hukum Islam dalam pembaruan KUHP terkait aborsi. Sebab mayoritas orang Indonesia beragama Islam.
Ia menjelasan menurut Mazhab Syafi'i, kehidupan terjadi setelah pertemuan ovum dan sperma. Namun jika melihat dari Mazhab Maliki dan Hambali, kehidupan baru terjadi setelah ditiupkan roh, yakni antara 100 sampai 120 hari setelah pertemuan ovum dan sperma.
Dengan demikian, sebelum batas itu, kehamilan bisa dihentikan karena belum ada kehidupan di dalam bayi itu. Karenanya, dari mazhab tersebut disimpulkan, jika kehamilan akibat perkosaan dapat dihentikan.
"Sehingga yang terjadi akibat perkosaan juga dalam kurun waktu itu kehamilannya itu juga bisa dihentikan," kata dia.
Lebih lanjut, Harkristuti menuturkan dari hasil diskusi dengan berbagai pihak yang melakukan penelitian terkait aborsi, bahwa waktu tindakan aborsi di dalam PP No 61/2014 terlampau singkat, yakni sekitar 42 hari. Apalagi kata dia jika dikaitkan dengan proses pidana.
"Bahwa waktu aborsi yang ada di dalam PP 61 yang 42 hari terlampau singkat, palagi kalau dikaitkan dengan proses pidananya. Kalau harus diputuskan oleh pengadilan bahwa ini adalah perkosaan itu memakan waktu yang sangat lama dan tidak mungkin 42 hari ya dan banyak juga para perempuan yang hamil itu belum menyadari kehamilannya pada saat masih 42 hari," katanya.