Suara.com - Anggota Tim Perumus Rancangan Kitab Undag-undang Hukum Pidana (RKUHP) Harkristuti Harkrisnowo menyatakan definisi kata aborsi di dalam KUHP, semula merupakan pengguguran kandungan.
Setelah Tim Perumus RKUHP berdiskusi dengan pihak kedokteran, istilah aborsi diketahui bukanlah pengguguran kandungan, melainkan bayi yang digugurkan.
"Kata aborsi sendiri juga kalau kita lihat di dalam KUHP dan KUHAP itu tadinya tidak ada, adanya pengugguran kandungan. Kemudian, kami berdiskusi dengan teman-teman dari kedokteran, kandungan itu tidak digugurkan, yang digugurkan itu bayi di dalamnya," ujar Harkristuti dalam diskusi publik 'Pengaturan Aborsi Dalam Upaya Pembaruan KUHP' secara virtual, Jumat (22/4/2022).
Sehingga, kata dia, terjadi salah kaprah. Karena itu, tim perumus menggunakan istilah aborsi dalam pembaruan KUHP.
Baca Juga: Gagal Lakukan Aborsi, Pelajar Berusia 15 Tahun di Magelang Bunuh Bayinya Sendiri
"Jadi rupanya ada salah kaprah selama ini. Akhirnya kami memakai istilah aborsi, supaya sesuai dengan apa yang dimaknai di dalam bidang kesehatan ya, jadi bukan cuma hukum tapi juga kesehatan," ucap dia.
Tim perumus juga mengambil definis aborsi dari berbagai sumber seperti dari kamus Black'law Dictionary 1999, Yayasan Kesehatan Perempuan.
"Mengeluarkan hasil konsepsinya, jadi bukan kandungannya yang dimatikan, tapi hasil konsepsiasi pembuahannya itu sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Kurang dari 20 minggu kalau Yayasan Kesehatan Perempuan," papar dia.
Harkristuti menuturkan, pihaknya juga melakukan diskusi terkait kapan waktu kehidupan dimulai.
Pasalnya hal tersebut erat hubungannya dengan jika sudah ada kehidupan, apakah nantinya termasuk pembunuhan.
Baca Juga: Curhat Wanita Hamil Anak Rekan Kerja, Kini Galau setelah Tahu Ayah Bayinya Sudah Berkeluarga
"Ini erat hubungannya dengan kalau dia sudah ada kehidupan apakah itu pembunuhan atau bukan? Ini adalah pertanyaan abadi yang selalu ada di kaitkan dengan isi yang berkaitan dengan aborsi," tutur Harkristuti.
Selain itu, pihaknya juga melihat literatur dari hukum Islam dalam pembaruan KUHP terkait aborsi. Sebab mayoritas orang Indonesia beragama Islam.
Ia menjelasan menurut Mazhab Syafi'i, kehidupan terjadi setelah pertemuan ovum dan sperma. Namun jika melihat dari Mazhab Maliki dan Hambali, kehidupan baru terjadi setelah ditiupkan roh, yakni antara 100 sampai 120 hari setelah pertemuan ovum dan sperma.
Dengan demikian, sebelum batas itu, kehamilan bisa dihentikan karena belum ada kehidupan di dalam bayi itu. Karenanya, dari mazhab tersebut disimpulkan, jika kehamilan akibat perkosaan dapat dihentikan.
"Sehingga yang terjadi akibat perkosaan juga dalam kurun waktu itu kehamilannya itu juga bisa dihentikan," kata dia.
Lebih lanjut, Harkristuti menuturkan dari hasil diskusi dengan berbagai pihak yang melakukan penelitian terkait aborsi, bahwa waktu tindakan aborsi di dalam PP No 61/2014 terlampau singkat, yakni sekitar 42 hari. Apalagi kata dia jika dikaitkan dengan proses pidana.
"Bahwa waktu aborsi yang ada di dalam PP 61 yang 42 hari terlampau singkat, palagi kalau dikaitkan dengan proses pidananya. Kalau harus diputuskan oleh pengadilan bahwa ini adalah perkosaan itu memakan waktu yang sangat lama dan tidak mungkin 42 hari ya dan banyak juga para perempuan yang hamil itu belum menyadari kehamilannya pada saat masih 42 hari," katanya.