Kedua, terkait akses air bersih akibat swastanisasi air, meski saat ini sedang transisi pengelolaan air oleh BUMD DKI.
Mereka menuntut adanya regulasi khusus berdasarkan keterbukaan informasi dan partisipasi luas untuk menjamin transisi pengelolaan air.
Ketiga, soal penanganan banjir yang dinilai belum mengakar kepada penyebab banjir.
Keempat, soal akses warga terhadap bantuan hukum yang hingga tahun ini belum ada pengesahan Perda Bantuan Hukum yang hampir delapan tahun diwacanakan.
Kelima, terkait lemahnya perlindungan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Jakarta.
Mereka menilai publik Jakarta tidak bisa mengakses pantai bersih cuma-cuma dari total 32 kilometer garis pantai akibat monopoli korporasi di pulau-pulau kecil sehingga menghilangkan ruang rangkap nelayan.
Keenam soal reklamasi yang masih berlanjut yakni tiga pulau yakni C, D dan G tidak dicabut izinnya dan memberikan izin reklamasi Ancol.
Ketujuh soal hunian yang layak masih menjadi kendala krusial mencermati program DP nol persen yang dianggap belum menjawab keresahan warga mendapatkan tempat tinggal layak dan strategis.
Kedelapan, penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta seperti Pancoran Buntu II, Kapuk Poglar, Kebun Sayur, Tembok Bolong.
Baca Juga: Interpelasi Anies soal Formula E Bakal Digelar Lagi Ketua DPRD DKI, PKS: Kami Tidak Setuju
Kesembilan, soal penanganan COVID-19 meski cukup baik dalam pengelolaan data dan informasi namun mereka menganggap ada tanggung jawab yang belum maksimal salah satunya biaya pasien COVID-19 dibebankan kepada warga. (Antara)