Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapatkan surat peringatan satu atau SP 1 dari Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (Kopaja). Mereka meminta Anies tuntaskan sembilan masalah krusial di Ibu Kota mulai dari penanganan banjir hingga ketersediaan air bersih.
Sembilan masalah itu dirangkum dalam surat peringatan (SP) satu kepada Gubernur DKI sebagai tindak lanjut rapor merah yang sebelumnya sudah diberikan pada Oktober 2021 ketika empat tahun masa kepemimpinan Anies.
"Kami menyerahkan surat peringatan pertama kepada Gubernur DKI Anies Baswedan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Jakarta," kata perwakilan warga dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Jenny Silvia di Balai Kota Jakarta, Jumat.
"Ini kesempatan bagi Anies untuk melakukan remedial terhadap rapor merah itu agar melakukan perbaikan terhadap masalah di Jakarta," imbuhnya.
Baca Juga: Interpelasi Anies soal Formula E Bakal Digelar Lagi Ketua DPRD DKI, PKS: Kami Tidak Setuju
Perwakilan Kopaja tidak memberikan detail atau data jumlah pasien yang disebut menanggung beban biaya.
Meski petugas keamanan Balai Kota Jakarta mengaku tidak ada pemberitahuan terkait kegiatan tersebut, namun mereka memberikan kesempatan kepada warga tersebut.
Sembari membacakan persoalan Jakarta, perwakilan warga juga membawa poster-poster yang berisi tuntutan warga.
Usai menyampaikan tuntutan, perwakilan warga tersebut kemudian menyerahkan surat peringatan itu kepada perwakilan Pemprov DKI.
Berikut isi SP Satu untuk Anies:
Baca Juga: 4 Fakta Pengunduran Diri Tsamara Amany, Sempat Dituding Gegara Suami Dukung Anies Baswedan
Pertama, Kopaja meminta Anies melakukan langkah konkret di antaranya penganggaran dan penambahan stasiun pemantauan kualitas udara.
Kedua, terkait akses air bersih akibat swastanisasi air, meski saat ini sedang transisi pengelolaan air oleh BUMD DKI.
Mereka menuntut adanya regulasi khusus berdasarkan keterbukaan informasi dan partisipasi luas untuk menjamin transisi pengelolaan air.
Ketiga, soal penanganan banjir yang dinilai belum mengakar kepada penyebab banjir.
Keempat, soal akses warga terhadap bantuan hukum yang hingga tahun ini belum ada pengesahan Perda Bantuan Hukum yang hampir delapan tahun diwacanakan.
Kelima, terkait lemahnya perlindungan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Jakarta.
Mereka menilai publik Jakarta tidak bisa mengakses pantai bersih cuma-cuma dari total 32 kilometer garis pantai akibat monopoli korporasi di pulau-pulau kecil sehingga menghilangkan ruang rangkap nelayan.
Keenam soal reklamasi yang masih berlanjut yakni tiga pulau yakni C, D dan G tidak dicabut izinnya dan memberikan izin reklamasi Ancol.
Ketujuh soal hunian yang layak masih menjadi kendala krusial mencermati program DP nol persen yang dianggap belum menjawab keresahan warga mendapatkan tempat tinggal layak dan strategis.
Kedelapan, penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta seperti Pancoran Buntu II, Kapuk Poglar, Kebun Sayur, Tembok Bolong.
Kesembilan, soal penanganan COVID-19 meski cukup baik dalam pengelolaan data dan informasi namun mereka menganggap ada tanggung jawab yang belum maksimal salah satunya biaya pasien COVID-19 dibebankan kepada warga. (Antara)