Suara.com - Pernyataan sejumlah politisi dan pejabat publik yang menyindir bahkan menyalahkan masyarakat di tengah tekanan hidup akibat kenaikan harga kebutuhan pokok dikritik pengamat karena dianggap tidak menunjukkan empati dan simpati.
Pengamat mengatakan, para politisi dan pejabat publik semestinya bisa memecahkan persoalan tersebut melalui jabatan yang dipegang.
Sementara itu, data yang diperoleh Evello -platform pemantauan dan analisis digital- soal percakapan warganet terkait meroketnya harga minyak goreng di pasaran mencapai 1,3 juta komentar dengan jumlah interaksi lebih dari 22 juta.
Hasil itu menggambarkan bahwa isu kebutuhan pokok terutama minyak goreng adalah hajat hidup warga sehingga "wajar jika pernyataan apapun yang dianggap tidak empati terhadap permasalahan mereka menjadi sangat sensitif".
Baca Juga: Daftar Harga Minyak Goreng di Pasaran Pasca Penetapan Tersangka Suap Ekspor Migor
Baca juga:
- THR 2022 dianggap tak setimpal dengan kenaikan harga, 'Percuma, karena apa-apa naik'
- Pemerintah naikkan PPN jadi 11%, tapi 'berisiko tinggi' dan 'masyarakat sudah dalam situasi teriak'
- Pengungkapan Pajak Sukarela bikin wajib pajak kaget, merasa 'tidak pernah ngemplang' pajak
Kelangkaan hingga tak terkendalinya harga minyak goreng menjadi salah satu isu paling besar yang menarik perhatian publik Indonesia sejak Februari lalu hingga saat ini.
Penelusuran Evello -platform pemantauan dan analisis digital- melalui kanal media sosial seperti YouTube, TikTok, dan Instagram, menemukan jumlah tayangan menyangkut minyak goreng telah 220 juta kali ditonton.
Jumlah percakapan warganet di tiga kanal medsos tersebut mencapai 1,3 juta komentar dengan jumlah interaksi sebanyak 22 juta.
"Tingginya perhatian publik menunjukkan jika minyak goreng adalah soal hajat hidup warga. Wajar jika pernyataan apapun yang dianggap tidak empati terhadap persoalan mereka (rakyat) menjadi sangat sensitif," ujar pendiri Evello, Dudy Rudianto, kepada wartawan Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (21/4).
Dudy mengatakan Evello menangkap setidaknya ada lima narasi yang paling banyak menuai sentimen negatif dari pernyataan pejabat publik terkait persoalan minyak goreng.
Sentimen negatif tertinggi berasal dari komentar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat berdialog dengan ibu-ibu dan melontarkan kalimat, "jadi mending mana murah tapi barangnya tidak ada, atau sedikit mahal tapi stok banyak".
Sentimen tertinggi kedua dari pejabat Kementerian Perdagangan yang mengatakan, "adanya panic buying sehingga warga menimbun minyak goreng di rumah".
Perkataan itu, menurut Dudy, meramaikan media sosial lantaran pemerintah seakan menuduh rakyatnya sendiri. Narasi tersebut menyumbang sentimen negatif sebanyak 60%.
Baca juga:
- Kasus minyak goreng: Menteri Perdagangan 'terkejut dan prihatin' Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag terjerat dugaan korupsi
- Mafia minyak goreng: Pemberian izin ekspor-impor di Kemendag kerap 'terjadi di belakang layar'
Penilaian negatif ketiga terbesar saat Ketua Dewan Pengarah BRIN, Megawati Soekarnoputri, menginginkan adanya riset mengapa banyak ibu-ibu belanja baju baru tapi di lain sisi mengantre minyak goreng. Kalimat itu dilontarkan Mega dalam acara Kick Off & Talkshow Pembentukan BRIDA, secara daring, Rabu (20/4).
"Skor sentimen negatif dari pernyataan itu mencapai 56 persen," imbuh Dudy.
Evello juga mencatat ada dua narasi yang paling membuat publik sedih.
Kedua narasi itu yakni saat Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku bingung dan heran minyak goreng mendadak melimpah di pasaran, dan pertanyaan kepada ibu-ibu untuk memilih antara barangnya murah tapi langka atau mahal tapi stok melimpah.
"Kedua narasi ini mencapai skor sedih hingga 55% dan 40%."
'Harusnya bisa lebih simpati'
Pengamat komunikasi politik dari lembaga survei KedaiKopi, Hendri Satrio, mengatakan komentar-komentar pejabat publik yang tak bersimpati dan berempati atas kesusahan rakyat bertujuan untuk menaikkan popularitas mereka dengan cara mendompleng isu yang sedang hangat diperbincangkan.
Pantauan BBC News Indonesia, selain Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, beberapa politisi juga melontarkan sindiran serupa.
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, misalnya, pernah menyindir aksi mahasiswa yang akan berdemonstrasi pada 11 April lalu dengan mengatakan agar mereka "tidak salah alamat ketika menyampaikan tuntutan".
Kader PDIP, Ruhut Sitompul, bahkan mengolok-olok mahasiswa yang akan berdemo sebagai "pendukung barisan sakit hati kadrun".
"Karena tujuannya ingin dompleng isu dan naikin popularitas. Jadi asal ngomong aja, meski saya nggak melihat ada niat yang tidak baik dari apa yang disampaikan," kata Hendri Satrio kepada BBC News Indonesia, Kamis (21/4).
Sayangnya komentar itu ditangkap buruk oleh publik karena pejabat publik maupun politisi dinilai tak sensitif.
https://twitter.com/IiiZahrah/status/1517010131376287744
Hendri menilai sebagai pejabat publik dan politisi, mereka semestinya memiliki empati lebih ke masyarakat. Apalagi jika berasal dari partai yang lekat dengan citra rakyat kecil.
"Harusnya bisa lebih simpati, minimal nggak usah ngomong daripada bikin repot."
Dia juga berkata daripada berkomentar nyinyir, lebih baik pejabat publik maupun politisi turun langsung ke lapangan untuk memberikan bantuan.
Ketua DPP PDIP, Bambang Wuryanto, sebelumnya menegaskan apa yang disampaikan Megawati memiliki maksud dan tujuan yang baik.
Menurutnya, Megawati sedang mengajarkan masyarakat menyiasati kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
"Inilah, mohon izin, yang berkomentar belum belajar ini. Orang belum belajar cara berpikirnya Ibu Mega. Ibu ketum sering memakai statement yang unlearn. Di sosmed yang berkomentar itu belum faham cara berpikir ibu ketum saya," jelas Bambang seperti dilansir Suara.com.
https://twitter.com/deklibs/status/1516935478624534530
https://twitter.com/capeksihtpyauds/status/1517023619435872256
Evaluasi pernyataan para pejabat publik
Sementara itu pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, meminta Presiden Jokowi mengevaluasi pernyataan-pernyataan para menteri maupun pejabat publik lain yang memicu kontroversi di masyarakat.
Hal itu, kata dia, penting sebagai bahan refleksi dalam mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah.
"Jangan malas untuk melakukan media analisis sekaligus menjadi bahan tindak lanjut pada bentuk komunikasi publik lainnya atau kebijakan lain yang akan dikomunikasikan ke khalayak publik," ucap Gun Gun Heryanto.