Suara.com - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyoroti penetapan tersangka kasus izin ekspor minyak goreng. Ia kemudian mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk terus mengejar kasus tersebut hingga akar-akarnya.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, kasus dugaan suap ekspor minyak goreng rupanya melibatkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, beserta pimpinan beberapa perusahaan produsen minyak goreng.
Hal ini terungkap setelah Kejagung menetapkan 4 tersangka dalam kasus ekspor minyak goreng. Mulyanto pun mengingatkan Kejagung untuk tidak berhenti mengusut kasus tersebut.
Menurutnya, kasus tersebut juga layak disebut sebagai kejahatan korporasi. Pasalnya, ia menilai kasus izin ekspor minyak goreng yang memicu kelangkaan di Tanah Air tidak bisa dilakukan per orang.
Karena itu, ia menyarankan agar Kejagung melihat tersangka sebagai representasi korporasi, sehingga baik korporasi dan tersangka bisa diperiksa lebih dalam lagi. Ini demi mengungkap tuntas mafia minyak goreng yang sudah menyusahkan rakyat.
"Kasus ini harus dikembangkan dan dikejar terus ke akar-akarnya. Ini menjadi pintu masuk penting untuk membongkar tuntas mafia migor yang sudah jelas-jelas menyengsarakan rakyat banyak," tegas Mulyanto, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (21/4/2022).
"Jangan berhenti pada asumsi, bahwa para pelaku korupsi tersebut sebagai oknum, tetapi juga harus dianggap sebagai perwakilan lembaga alias korporasi," sambungnya.
Mulyanto menilai bahwa Kejagung patut menduga tindakan melawan hukum yang tersangka lakukan, khusunya terkait dengan penugasan dari korporasi.
Ia juga menambahkan agar Kejagung jangan sampai takut untuk mengupas tuntas kasus ini. Menurutnya, tidak seharusnya negara kalah dengan korporasi.
Baca Juga: Kritik Pedas KPK dan Polisi dalam Kasus Dugaan Korupsi Minyak Goreng, Apa Peran Mereka?
"Masak negara kalah dengan korporasi," sindir Mulyanto.
Tak sampai di situ, Mulyanto juga menilai saat ini merupakan momentum tepat untuk menata bisnis minyak goreng. Pemerintah diminta sungguh-sungguh menindak korporasi yang nakal, menyimpang dan bahkan melawan hukum.
Adapun penataan bisnis minyak goreng yang tepat, bisa dilakukan dengan membangun tata niaga migor yang sehat. Lalu tidak bersifat oligopolistik, serta semua menghormati aturan main.
Mulyanto menyinggung sudah lama produksi dan harga minyak goreng didekte di pasaran dengan sifat oligopolistik. Bahkan, pemerintah sampai menyerah, dengan melepas tata niaga migor keemasan pada mekanisme pasar.
Situasi tersebut tentu tidak sehat, karena memicu kelangkaan dan harga minyak goreng selangit, yang tentu menyengsengsarakan rakyat.