Suara.com - Anggota Komisi I DPR RI Bobby Rizaldi memandang tidak perlu ada spekulasi terlalu jauh dalam menanggapi pernyataan Amerika Serikat soal dugaan pelanggaran HAM dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
Apalagi jika ada spekulasi yang mengaitkan pernyataan AS itu sebagai warning bagi Indonesia selaku presidensi G20. Di mana AS ingin melihat bagaimana Indonesia menyikapi konflik antara Ukraina dan Rusia.
"Soal dugaan itu jawaban Menkopolhukam sudah tepat, mungkin laporan tersebut belum ada cross checking dengan pihak di Indonesia atau masih one sided story sehingga pre judging," kata Bobby kepada wartawan, Selasa (19/4/2022).
Menurut Bobby aplikasi serupa PeduliLindungi tidak hanya digunakan oleh Indonesia. Melainkan juga banyak negara yang menerapkan aplikasi serupa dalam penanganan pandemi Covid-19.
Baca Juga: Dianggap Langgar Hukum, Wajib Masker di Transportasi Umum di AS Disetop
"Apps seperti PeduliLindungi dipakai juga persis seperti di negara lain, seperti My Sejahtera di Malaysia, Trace Together di Singapore, atau Tous Anti Covid di Perancis dan lain-lain," kata Bobby.
Karena itu, menurut dia, pernyataan AS soal pelanggaran HAM di aplikasi PeduliLindungi tidak perlu ditanggapi secara reaksional dan berlebihan hingga mengkaitkannya ke hal-hal lain.
"Iya, jawab saja statement statement itu dengan diplomatis. Hubungan bilateral masih baik dan sangat menguntungkan RI," ujarnya.
Dugaan Pelanggaran HAM
Dikeahui, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis laporan praktik Hak Asasi Manusia (HAM) yang salah satunya terdapat dugaan pelanggaran HAM terkait aplikasi PeduliLindungi.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Menko Polhukam Mahfud MD menjawab kalau PeduliLindungi itu justru dibuat untuk melindungi masyarakat.
Baca Juga: Warga di Amerika Serikat Akan Dibebaskan dari Pemakaian Masker di Transportasi Umum
"Kita membuat program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat. Nyatanya kita berhasil mengatasi Covid-19 lebih baik dari Amerika Serikat (AS)," kata Mahfud saat dikonfirmasi, Jumat (15/4/2022).
Mahfud lantas menjelaskan kalau melindungi HAM itu bukan hanya sekedar untuk perorangan saja, melainkan juga dalam skala komunal-sosial. Karena itu negara, dikatakan Mahfud, berupaya untuk melindungi HAM masyarakat di tengah penyebaran Covid-19.
"Itulah sebabnya kita membuat program PeduliLindungi yang sangat efektif menurunkan penularan infeksi Covid-19 sampai ke Delta dan Omicron," jelasnya.
Laporan pelanggaran HAM terkait PeduliLindungi itu dikatakan AS berpotensi melanggar hukum karena menyinggung soal privasi, keluarga, rumah dan lainnya. Itu mengacu pada laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Mengenai itu, Mahfud malah mengatakan kalau AS yang lebih banyak dilaporkan menurut Special Procedures Mandate Holders (SPMH) sepanjang 2018-2021. Kalau menurut data SPMH, Indonesia dilaporkan melanggar HAM sebanyak 19 kali oleh sejumlah elemen masyarakat.
"Sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali, ada juga India yang juga banya dilaporkan. Laporan-laporan itu ya biasa saja dan bagus sebagai bentuk penguatan peran cicil society. Tapi laporan seperti itu belum tentu benar." pungkasnya.