Karyawati Diduga Dianiaya Rekan Kerja di Bogor, Komnas Perempuan Buka Suara

Minggu, 17 April 2022 | 13:29 WIB
Karyawati Diduga Dianiaya Rekan Kerja di Bogor, Komnas Perempuan Buka Suara
Ilustrasi penganiayaan. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang karyawati berinisial ES di Kota Bogor menjadi sorotan Komnas Perempuan. Karyawati itu diduga dianiaya oleh rekan kerjanya yang berinisal W.

Melansir Wartakonomi.co.id -- jaringan Suara.com, kasus itu mendapatkan sorotan dari Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini. Ia mengingatkan pentingnya pengaturan kerja tanpa kekerasan di lingkungan kerja.

Menurutnya, setiap orang memliki latar belakang yang berbeda, sehingga perlu adanya pengaturan kerja. Ia menyebut penganiayaan itu merupakan tindak pidana penganiayaan yang dapat dilaporkan kepada polisi dan melalui proses hukum.

Lebih lanjut, Theresia menilai penganiayaan itu bisa dipicu oleh perbedaan pendidikan dan pengetahuan antara perempuan dan laki-laki, yang berpotensi menimbulkan ketimpangan berbasis gender.

Baca Juga: Viral Video Pemulung Tua Peluk dan Cium Kucing, Publik: Meongnya Lebih Dengar Keluhan si Bapak Ketimbang Pemerintah

"Yaitu, apabila laki-laki menganggap dirinya lebih berpengetahuan atau berpendidikan lebih tinggi dan karena itu seharusnya dirinya yang menjadi pemimpin atau seharusnya diutamakan oleh perusahaan," kata Theresia kepada wartawan, Sabtu (16/4/2022).

Theresia berharap, pihak perusahaan, seperti BUMN bisa menempatkan diri secara bijak sebagai mediator dalam kasus itu. Ia juga mengingatkan perusahaan untuk tidak melakukan tekanan terhadap korban, dan segera memprosesnya.

"Jika sudah dilaporkan, maka harus segera diprosesnya kasusnya di kepolisian, dan tanyakan perkembangannya" pesan Theresia.

Sementara itu, aktivis perburuhan sekaligus Tenaga Ahli aplikasi Gajimu.com, Dela Feby Situmorang mengatakan, terkadang kekerasan berbasis gender dilatarbelakangi sesama relasi kuasa, karena satu level pekerjaan.

"Menurutku ini kasus kekerasan berbasis gender di dunia kerja. Menggunakan kuasanya sebagai laki-laki untuk menganiaya rekan kerja perempuan," kata Dela kepada wartawan.

Baca Juga: Jadwal Sholat dan Jadwal Imsakiyah Bogor Jawa Barat Minggu 17 April 2022

Sehingga menurutnya, pertama pihak korban segera melaporkan kasus tersebut ke kepolisian. Kedua, perusahaan harus menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap pelaku penganiayaan.

Selanjutnya, pihak perusahaan juga harus mendukung penuh dan menyerahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian untuk diproses.

Demi memastikan tindakan serupa tidak terulang, Dela mengatakan harus ada tata tertib/peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama mencegah kekerasan berbasis gender.

"Ketiga pengawas ketenagakerjaan harus turun mengawasi perusahaan melakukan pencegahan dan penindakan untuk pelaku," ujar Dea.

"Menurutku pengawas yang harus desak perusahaan. Karena kalau ke pidana/kepolisian ini kan jadi tanggungjawab pelaku secara pribadi," lanjutnya.

Selain kepolisian, Dea juga menyarankan agar korban mengadukan kasus tersebut ke Komnas Perempuan. Hal itu dilakukan agar Komnas Perempuan bisa mengeluarkan rekomendasi dan rujuk korban untuk dapat pendampingan hukum.

"Lapor polisi. Desak perusahaan!” kata Dela.

Sementara itu, kuasa hukum korban, Faksi Septian Mahargita mengatakan, pelaku sebelumnya sempat melakukan mediasi di kantin kantor pada Kamis (14/4/2022).

"Atas inisiasi pelaku, kemarin telah dilakukan mediasi namun pada awalnya yang akan hadir yaitu hanya pelaku, korban, dan kepala marketing saja," jelas Faksi.

"Akan tetapi pada saat proses tanda tangan, datang perwakilan outsourcing tanpa diundang oleh pelaku maupun oleh korban," kata Faksi kepada wartawan," lanjutnya.

Sayang, mediasi gagal karena perwakilan perusahaan dinilai melakukan tekanan psikis ke korban, sehingga membuat korban trauma. Perwakilan perusahaan disebut sempat melontarkan kalimat-kalimat yang tidak selayaknya diucapkan serta pengancaman terhadap korban.

"Mediasi tidak menghasilkan kesepakatan apapun karena perwakilan perusahaan ditengarai melakukan penekanan psikis, sehingga klien kami yang sedang mengalami trauma menjadi down kembali," bebernya.

"Seperti, 'Kami bisa melakukan penuntutan balik’ dan sebagainya sembari menyebut bahwa perusahaan tempat korban bekerja adalah perusahaan BUMN, padahal yang bersengketa itu adalah antara korban dan pelaku," lanjut Faksi.

Sebagai informasi, korban sendiri merupakan karyawan outsourcing yang telah mengabdi untuk perusahaan selama kurang lebih 9 tahun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI