Dimana sistem kerja seperti ini sudah berlangsung lama dalam pemerintahan tradisional Jawa dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan para kolonial.
Menurut sejarah, sistem pembangunan jalan ini dikenal sebagai sistem kerja paksa. Para pekerjanya diharuskan bekerja tanpa diberi upah sepeser pun bahkan hingga menelan banyak korban jiwa.
Namun, sejarawan Universitas Indonesia, Djoko Marihamdono melalui akun Twitternya pada Minggu (7/2/2021), mengatakan jika Daendels sebenarnya memberi upah sebesar 30 ribu ringgit.
Ia juga memberi beberapa uang kertas yang jumlahnya cukup besar. Namun, bupati saat itu tidak menyampaikannya kepada para pekerja atau bisa dibilang korupsi.
Jalannya sendiri juga tidak dibangun sepenuhnya dari Anyer - Panarukan. Beberapa diantaranya sudah dibangun, sehingga Daendels hanya memperlebar, seperti Anyer - Batavia dan Pekalongan - Surabaya.
Dengan kata lain, Jalan Raya Anyer - Panarukan yang dibangun Daendels adalah seluas 7,5 meter. Ini dibatasi lapisan batu pada dua sisinya supaya tidak terkikis air yang mengalir.
Setiap 1506,9 meter-nya juga diberi tanda berupa tonggak batu yang berfungsi untuk memudahkan perawatan dan perbaikan jalan.
Itulah informasi tentang Daendels dan sejarah pembangunan jalan Anyer - Panarukan yang dikenal sadis oleh banyak orang karena menelan ribuan korban jiwa dari para pekerja.