Suara.com - Polres Lombok Tengah menjadi sorotan usai menetapkan Murtede alias Amaq Sinta (34) sebagai tersangka pembunuhan pelaku begal. Padahal, tindakan Amaq Sinta dinilai sebagai upaya membela diri dari pelaku kejahatan jalanan tersebut.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai hal ini sebagai bukti masih minimnya pemahaman dasar hukum di kalangan pejabat Polres Lombok Tengah. Dia juga menyoroti pernyataan Wakapolres Lombok Tengah, Kompol I Ketut Tamiana yang dinilai sangat buruk.
"Makanya penempatan pejabat setingkat Wakapolres harusnya juga memenuhi syarat kemampuan basic publik speaking maupun kemampuan hukum dasar yang mumpuni, bukan asal menempatkan seseorang saja," kata Bambang kepada Suara.com, Jumat (15/4/2022).
Bambang tak memungkiri, tindakan menghilangkan nyawa seseorang dapat dikenakan pasal pidana. Namun, penyidik dalam kasus Amaq Sinta ini semestinya dapat melihat motifnya.
Baca Juga: Terkait Korban Kasus Begal Jadi Tersangka yang Sedang Ramai, Berikut Saran Kabareskrim
"Harus dilihat motif dan mens rea pelaku sehingga kasus itu terjadi. Di sinilah letak kebijakan atau diskresi dari aparat kepolisian dalam melihat masalah secara menyeluruh," katanya.
"Di situlah letak ketidakbijakan penyidik. Penyidik hanya mendasarkan pada hukum positif, tanpa melihat konteks dan kultur yang ada di masyarakat," imbuhnya.
Atas hal itu, Bambang menilai perlu sanksi tegas terhadap penyidik yang telah menetapkan Amaq sebagai tersangka. Harapannya, hal ini dapat memberi efek jera dan menjadi pembelajaran bagi penyidik lainnya untuk lebih profesional.
"Konsekuensinya harus ada yang diberi sanksi agar tak terulang lagi," ungkapnya.
Diambil Alih Polda NTB
Baca Juga: Kenapa Korban Begal di Lombok Jadi Tersangka? Apa Salah Amaq Sinta? Ini Jawaban Polda NTB
Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) baru saja mengambil alih kasus tersebut. Proses pengambilalihan dilakukan usai kasus tersebut viral dan menuai kritik dari masyarakat.
Kapolda NTB Irjen Pol Djoko Poerwanto menyebut kasus ini kekinian ditangani langsung oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum atau Ditreskrimum.
"Sudah ditangani oleh Polda NTB, dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB, " kata Djoko dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (15/4).
Peristiwa pembegalan ini diketahui terjadi di Jalan Raya Dusun Babila, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, NTB, pada Minggu (10/4) dini hari. Ketika itu Amaq Sinta yang mengendarai sepeda motor Honda Scoopy dihadang dua pelaku begal Oki Wira Pratama dan Pendi.
Di sisi lain, terdapat dua rekan pelaku lainnya atas nama Holiadi dan Wahid yang bertugas mengawasi situasi di sekitar.
Dalam peristiwa tersebut, Amaq Sinta melakukan upaya bela diri hingga menewaskan dua pelaku begal, Oki dan Pendi. Keduanya tewas bersimbah darah akibat luka tusuk di bagian dada dan punggung. Sedangkan dua pelaku lainnya, Holiadi dan Wahid berhasil melarikan diri.
Buntut dari pariwisata ini, Polres Lombok Tengah menetapkan Amaq Sinta sebagai tersangka kasus pembunuhan. Dia sempat ditahan, namun akhirnya ditangguhkan usai kasusnya viral.
Sedangkan, keempat pelaku begal lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan pasal pencurian dengan kekerasan.
Perintah Kabareskrim
Belakangan, Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto memerintahkan Polda NTB untuk segera menghentikan kasus Amaq Sinta. Dia khawatir jika tidak dihentikan akan menimbulkan rasa apatis masyarakat untuk melawan tindak kejahatan.
"Menurut saya hentikanlah. Nanti masyarakat jadi apatis, takut melawan kejahatan. Kejahatan harus kita lawan bersama," kata Agus, melansir kabarmedan.com.
Kedepannya, Agus berharap penyidik dapat lebih teliti dalam menangani suatu perkara. Jangan sampai mencederai rasa keadilan di tengah masyarakat.
"Itu jadi pedoman kami," pungkasnya.