Suara.com - Di Majalengka ada warisan leluhur yang jarang diketahui banyak orang, yaitu Ujungan. Asal usul Ujungan ini berawal dari adu kanuraga sebagai syarat seleksi prajurit pengawal kerjaan Talaga Manunggal.
Kekinian Ujungan jadi seni tradisional. Seni pertunjukan tersebut sudah ada sejak tahun 1400 yang lalu.
Dikutip dari TimesIndonesia (Jaringan Suara.com) Sedihnya kini keberadaannya tersisa hanya ada di Desa Cengal, Kecamatan Maja.
Hal itu dikatakan Ketua Padepokan Bunilaya Kuda Putih, Taufik Hidayat.
Eksistensi padepokan Bunilaya Kuda Putih dalam melestarikan kesenian Ujungan tersebut dengan menggelar berbagai kegiatan, di antaranya menyelenggarakan pendidikan dan latihan, serta mengikuti berbagai even pertunjukan pentas seni di berbagai luar daerah Kabupaten Majalengka.
"Ujungan sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dulunya kesenian ini ditampilkan sebagai sarana adu kanuragan untuk seleksi prajurit pengawal Kerajaan Talaga Manggung," Taufik Hidayat, Kamis (14/4/2022).
Kelengkapan properti yang digunakan dalam Ujungan yaitu dua buah tongkat pemukul rotan sepanjang 70 cm, kemudian pelindung kepala bernama Balakutak dan seorang wasit dengan sebutan Malandang.
Berbeda dengan Sampyong, di Ujungan tak ada batasan hitungan maupun pengecualian target sasaran pemukulan yang dilakukan oleh para pemainnya saat bertarung.
"Tak ada aturan, pokoknya bebas. Para petarung atau jawara itu sesuka hati melayangkan sabetan atau pukulan bilah rotan ke lawannya mulai dari kepala sampai ujung kaki," jelas pria yang lebih dikenal dengan nama Wa Geblug ini.
Baca Juga: Meskipun Sepi Pembeli, Siti Tetap Jualan Kicak Demi Tradisi Ramadhan yang Selalu Dirindukan
Dalam perjalanannya, kata dia, pada tahun 1960 sempat ada larangan untuk mementaskan kesenian tersebut, karena mengandung unsur kekerasan.