Suara.com - Penegasan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang memastikan Pemilu tetap digelar 14 Februari 2024 dan meminta menteri-menterinya setop bicara penundaan pemilu juga perpanjangan masa jabatan presiden nampak masih belum cukup. Kekinian Jokowi didesak agar memberikan sanksi tegas kepada para pembantunya tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani. Ia mengatakan, sikap tegas Jokowi sangat diperlukan.
"Publik kini menantikan sikap tegas Presiden Jokowi untuk menertibkan dan memberi sanksi tegas terhadap pembantu-pembantunya yang ikut aktif atau menjadi penggerak beredar dan berkembangnya wacana penundaan pemilu, penambahan masa jabatan presiden, dan presiden tiga periode. Termasuk pembantu-pembantunya yang ikut mengamplifikasi atau permisif terhadap wacana ini," kata Kamhar kepada wartawan, Jumat (15/4/2022).
Kamhar mengatakan, jejak digital menteri-menteri yang bicara penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden masih banyak ditemukan. Namun, dari apa yang disampaikan para menteri tersebut tak ditemukan alasan dan argumen yang memadai.
Baca Juga: Pakar Nilai Isu Penundaan Pemilu Ada Kaitannya dengan Pembangunan IKN Nusantara
"Sebagai pejabat publik yang mereka lakukan itu jahat, menipu rakyat untuk melanggengkan kekuasaan. Secara etik dan secara moral telah cacat, oleh sebab itu tak ada alasan untuk tetap dipertahankan menempati jabatan publik," ungkapmya.
Kamhar menambahkan, sekalipun isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden telah menjadi operasi politik yang gagal, namun Jokowi dinilai tak bisa membiarkan begitu saja. Menurutnya, jika ada pembiaran adalah bentuk pelecehan terhadap kritisisme dan kewarasan publik.
"Cukup Partai Demokrat saja yang pernah merasakan pembiaran atau ketidaktegasan Presiden Jokowi terhadap pembantunya yang menjadi “begal demokrasi” yang kami sebut Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat tanpa sanksi apa pun. Kami tak ingin ini berulang kembali. Cukup Partai Demokrat saja yang pernah diperlakukan seperti ini, tapi rakyat, jangan!. Publik monitor," tandasnya.
Diketahui, Presiden Jokowi memastikan Pemilu tetap akan digelar pada 14 Februari 2024 mendatang. Ia meminta segala pihak tidak memunculkan spekulasi perpanjangan jabatan kepemimpinannya.
Hal tersebut ditegaskannya saat memimpin rapat terbatas (ratas) yang membahas tentang persiapan pemilu dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 bersama jajarannya di Istana Kepresidenan Bogor pada Minggu (10/4/2022).
Baca Juga: Isu Big Data dan Jokowi Tiga Periode Diprediksi Bakal Panaskan Situasi Tahapan Pemilu 2024
Dalam arahan tersebut, Jokowi meminta jajarannya menyampaikan kepada publik jadwal pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak sudah ditetapkan. Tujuannya, agar tidak muncul isu lain seperti adanya upaya penundaan pemilu di masyarakat.
"Ini perlu dijelaskan jangan sampai nanti muncul spekulasi-spekulasi yang isunya beredar di masyarakat bahwa pemerintah tengah berupaya untuk melakukan penundaan pemilu atau spekulasi mengenai perpanjangan jabatan Presiden dan juga yang berkaitan dengan soal tiga periode," ujarnya.
"Karena jelas, bahwa kita telah sepakat pemilu dilaksanakan tanggal 14 Februari dan pilkada dilaksanakan nanti di November 2024, sudah jelas semuanya," tambahnya menjelaskan.
Menurut Jokowi, tahapan pemilu tahun 2024 sudah akan dimulai di pertengahan bulan Juni 2022. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 167 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) yang menyebut bahwa tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.