Aktivis 1998: Harapan untuk Rezim Jokowi Tinggal 30 Persen

Dany Garjito Suara.Com
Kamis, 14 April 2022 | 18:59 WIB
Aktivis 1998: Harapan untuk Rezim Jokowi Tinggal 30 Persen
Pengantar Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara, 5 April 2022. (YouTube/Sekretariat Negara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aktivis 1998 yang kini dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedlilah Badrun, menilai harapan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan sudah sangat tipis. Dari skala 100%, Ubedillah menyebut harapan yang tersisa tinggal 30%. Hal itu menyusul banyaknya problem di banyak sektor mulai dari ekonomi, penegakan hukum hingga kesehatan.

Ubedillah menyampaikan pendapat tersebut dalam diskusinya bersama Refly Harun yang diunggah di kanal YouTube Refly Harun, Kamis (14/4/2022).

“Saya melihat arah ke depan bangsa ini bisa jadi persoalan yang cukup serius. Kalau tidak dikritik, tidak dievaluasi, bisa bablas republik ini,” ujar Ubedillah.

Dia menilai sejumlah kebijakan Jokowi saat ini sudah dalam posisi membahayakan nyawa rakyat. Belakangan rakyat memang dihantam naiknya harga kebutuhan pokok hingga BBM. Tarif listrik dan Pertalite bahkan dikabarkan naik sebentar lagi. Hal itu tidak diimbangi naiknya UMK secara signifikan maupun kebijakan perundangan yang berpihak pada rakyat.

Baca Juga: Pengamat Ungkap Peran Penting Luhut Bagi Presiden Jokowi: Ada Simbiosis Antara Keduanya

“Kita perlu bertanya reflektif, apakah pemerintahan ini bisa sampai 2024. Di tengah problem eknomomi yang sangat berat, di tengah pandemi, krisis multidimensi, bahkan sampai krisis APBN. Ini membahayakan,” ujar analis politik itu.

Persoalan yang tak kalah akut, imbuhnya, adalah penanganan korupsi. Sang dosen menyebut korupsi terbesar sepanjang sejarah seperti Jiwasraya dan Asabri terjadi di rezim Jokowi. Korupsi terjahat sepanjang sejarah Indonesia seperti korupsi bansos, imbuhnya, juga terjadi di rezim kali ini.

“Menurut ICW, kerugian negara karena korupsi bansos Rp2,7 triliun. Versi Novel Baswedan [mantan penyidik KPK] lebih dari Rp100 triliun.”

Saking rumitnya persoalan bangsa, Ubedilah mengaku harapannya terhadap rezim ini hanya tersisa 30%. Dia tidak memberikan 0% karena melihat masih ada orang berkompeten dan jujur di sekeliling Jokowi.  

“Mengapa 30%? Karena saya percaya masih ada orang-orang baik di sekitar kekuasaan. Harapan itu bisa terwujud kalau yang 30% itu bergerak,” ujarnya.

Baca Juga: Sudah Ada Pernyataan Jokowi dan Gibran, Ketua MPR Minta Isu Tunda Pemilu dan Presiden 3 Periode Tak Digoreng Lagi

Jika asa perbaikan itu kian sulit terlihat, dia menilai demokrasi memungkinkan perubahan kekuasaan di tengah jalan. Hal itu, imbuhnya, dapat melalui jalur konstitusional maupun ekstra konstitusional (seperti Reformasi 1998).

“Karena posisi membahayakan nyawa rakyat, ya harus kita selamatkan. Banyak cara yang bisa kita upayakan,” ujar dosen yang belum lama ini melaporkan anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep itu.

Ubedilah mengatakan secara konstitusi presiden dapat diberhentikan dengan alasan hukum dan non-hukum. Alasan hukum seperti halnya presiden melakukan pengkhianatan, korupsi, suap hingga perbuatan tercela.

Menurutnya, alasan perbuatan tercela ini layak didiskusikan merespons fenomena yang terjadi belakangan ini. Apalagi rezim Jokowi baru saja menggaungkan tiga periode hingga penundaan pemilu yang dinilai berlawanan dengan konstitusi.

“Sejauh mana perbuatan tercela itu. Apakah seseorang abaikan UU, abaikan perintah konstitusi bisa disebut sebagai perbuatan tercela. Saya anggap bisa ditafsirkan seperti itu,” ujar Ubedilah.

Kontributor : Alan Aliarcham

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI