Suara.com - Desakan agar Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, membuka big data dukungan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo terus berdatangan. Tak hanya BEM Universitas Indonesia (UI), politisi PDIP, Masinton Pasaribu juga turut menyentil hal tersebut.
Luhut Binsar terus dikaitkan dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga penundaan Pemilu 2024. Hal ini karena pernyataannya tentang big data saat datang di acara podcast Close The Door Deddy Corbuzier.
Dalam podcast tersebut, Luhut mengklaim punya big data yang merekam aspirasi publik. Dari big data yang jumlahnya mencapai 110 juta orang itu, diklaim adanya keinginan untuk penundaan Pemilu 2024.
Apa yang disampikan Luhut dalam podcast Deddy Corbuzier dipertanyakan publik. Banyak pihak mempertanyakan sumber survei yang bisa menjangkau 110 juta orang dan didapat kesimpulan bahwa "rakyat" ingin Pemilu 2024 ditunda.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) menjadi salah satu pihak yang terus bersemangat menuntut agar big data itu dibuka. Selain itu, masih ada polisi PDIP Masinton Pasaribu hingga Indonesia Corruption Watch (ICW).
Berikut rangkuman sikap yang dipaparkan untuk menuntut Luhut Binsar Pandjaitan membuka data tersebut:
1. BEM UI
BEM UI tegas menuntut Luhut Binsar Pandjaitan membuka big data. Bahkan, tuntutan ini disampaikan secara langsung ketika Luhut mendatangi Balai Sidang UI, Depok, Selasa (12/4/22). BEM UI menilai, sebagai tokoh publik, Luhut dinilai perlu bertanggung jawab atas apa yang telah disampaikan.
Namun, Luhut bersikeras untuk tak membuka big data tersebut. Sebagai pemilik data, Luhut merasa data itu tak perlu dibuka ke publik. Luhut turut meminta para mahasiswa untuk belajar tentang demokrasi ke depannya.
2. Indonesia Corruption Watch (ICW)
ICW lebih "ganas" lagi dalam meminta Luhut membuka big data tentang permintaan penundaan Pemilu 2024. ICW mendatangi Kantor Kemenko Marves untuk menyerahkan surat permintaan penjelasan tentang big data 110 juta.
ICW mendatangi kantor Luhut dan memberikan surat dengan harapan mendapat respons positif. ICW ingin surat tersebut dibaca dan kemudian dibalas, sesuai isi permintaan dalam surat yang dikirim ke Kantor Kemenko Marves pada akhir Maret lalu.
3. Masinton Pasaribu
Anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu tak pernah menyebut nama Luhut Binsar Pandjaitan dalam wacana penundaan Pemilu serta perpanjangan masa jabatan presiden. Namun, dia memberikan sentilan tegas bahwa "dukungan" perpanjangan masa jabatan bersumber dari data palsu.
Masinton pun menyebut ide perpanjangan masa jabatan bukan datang dari Presiden Joko Widodo, melainkan dari menteri yang sejatinya tak memiliki kewenangan di bidang politik.
Gara-gara statemen tersebut, ribuan mahasiswa akhirnya turun ke jalan meminta presiden mengadakan Pemilu tepat waktu. Masinton menilai, menteri penyebar hoaks sejatinya secara ksatria mundur dari jabatannya.
4. Refly Harun
Pengamat politik, Refly Harun turut bersuara tentang "big data" yang disuarakan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Di tengah tekanan publik agar Luhut membuka klaim data tentang permintaan penundaan Pemilu 2024, Refly Harun memberi kritik pedas.
Melalui channel youtubenya, Refly menyebut sebagai Menteri Ekonomi bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut sudah berbicara di luar tugas pokok fungsinya.
Selain itu, big data yang diutarakannya juga tak bisa dibuktikan. Bahkan bila memang tak bisa dibuktikan akan tergolong sebagai berita hoaks. Maka dalam era demokrasi, data harus dilawan dengan data atau argumentasi harus dilawan dengan argumentasi.
5. Petisi di Change.org
Petisi yang berisi tuntutan agar Luhut Binsar Pandjaitan membuka big data 110 juta juga disuarakan masyarakat. Total hingga Rabu (13/4/22), sudah ada 17.231 akun yang menandatangani petisi tuntutan agar Luhut membuka data tersebut.
Para orang yang menandatangani petisi ini menilai, dengan membuka data tersebut, maka Luhut Binsar Pandjaitan bisa bertanggung jawab atas data yang sudah disampaikan ke publik.
Kontributor : Lukman Hakim