Suara.com - LBH Jakarta mengapresiasi langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang telah mengesahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS pada Selasa (12/4/2022). Meski demikian, LBH Jakarta juga memberikan catatan penting kepada DPR.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Pengacara Publik LBH Jakarta, Citra Referandum menilai kemenangan ini tidak lepas dari kerja keras banyak pihak selama 10 tahun terakhir untuk memperjuangkan RUU TPKS menjadi undang-undang.
"Akhirnya, Indonesia memiliki regulasi yang mengatur berbagai tindak pidana kekerasan seksual dan jaminan atas hak-hak korban. Kami sangat mengapresiasi langkah DPR RI," katanya kepada Wartaekonomi -- jaringan Suara.com, Rabu (13/4).
Meski sudah disahkan, menurutnya, masih terdapat beberapa pekerjaan rumah yang tersisa dari naskah terakhir. Berikut 10 perkerjaan rumah dari LBH Jakarta untuk DPR terkait UU TPKS yang dinilai belum tuntas:
1. Jaminan Ketidakberulangan Kekerasan Seksual
Catatan pertama adalah jaminan ketidakberulangan yang tidak tegas diatur sebagai asas undang-undang. Absennya asas ini berdampak pada kualitas beragam upaya pencegahan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual.
2. Pemaksaan Aborsi Belum Diatur
Kedua, LBH Jakarta memberikan catatan kepada DPR mengenai tindak pidana pemaksaan aborsiyang masih tidak diatur dalam UU TPKS.
"Ini soal tindak aborsi harus diatur karena menurut Laporan YLBHI dan 17 LBH se-Indonesia, terdapat 7 korban pemaksaan aborsi di tahun 2020," ujarnya.
Baca Juga: Harvey Malaiholo Diduga Keciduk Nonton Bokep saat Rapat, Fraksi PDIP Bebaskan dari Sanksi
"Sementara, menurut Komnas Perempuan, terdapat 9 korban sehingga untuk upaya perlindungan, perlu ada aturan yang menegaskan 'tidak memidana' korban pemaksaan aborsi baik karena kedaruratan medis maupun kehamilan akibat kekerasan seksual," imbuhnya.