Suara.com - Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diinisiasi di pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai sudah tepat. Hal ini diungkapkan oleh pengamat kebijakan publik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Robi Nurhadi.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Robi menjelaskan BLT menjadi cara tepat untuk mengatasi persoalan rendahnya daya beli masyarakat yang dipicu naiknya harga-harga komoditas kebutuhan pokok.
Robi bahkan mengungkap kebijakan BLT telah lama menjadi kebijakan benchmark. BLT tidak hanya diadopsi di negara-negara Asia, Amerika dan Afrika yang masih berkembang.
Sejumlah negara di Eropa, disebut Robi turut menggunakan kebijakan itu saat rakyat mereka memerlukannya.
Baca Juga: BLT Minyak Goreng di Sumsel Segera Cair, 400.000 Warga Palembang Jadi Penerima
“BLT ini telah menjadi model kebijakan yang banyak digunakan. Negara-negara Eropa juga banyak memberikan bantuan kepada warganya dengan model BLT,” kata Robi dalam keterangannya, Selasa (12/4/2022).
Robi menjelaskan, alasan utama model BLT kerap digunakan karena sangat cair dalam penggunaan, serta umumnya memenuhi ekspektasi penerima bantuan.
Selain itu, distrubusi BLT umumnya juga lebih mudah dibandingkan distribusi bantuan lainnya. Contohnya dalam bentuk natura atau sembako, yang biasa dilakukan di Indonesia.
“Kan lebih mudah, karena terdistribusi langsung pada rekening orang atau kelompok yang menjadi tujuan,” ujar Robi.
Mengenai negara Eropa dan negara maju lainnya, BLT umumnya diberikan jiak ada kejadian mendadak yang membuat masyarakat mengalami ketidakmampuan.
Baca Juga: Bakal Gabung Massa Unjuk Rasa Tolak Jokowi 3 Periode, Gibran: Kalau Ada Lagi Kabari, Saya Ikut
Karena itu, Robi menilai model BLT yang diberikan kepada rakyat di Tanah Air merupakan kebijaksanaan yang tepat, baik dalam penerapan ataupun pengawasannya.
“Itu pilihan model kebijaksanaan yang tepat. Tinggal bagaimana melakukan implementasi dan pengawasannya,” imbuhnya.
Menurut Robi, kebijakan BLT lebih efektif untuk masyarakat, ketimbang bantuan sosial atau bansos selama pandemi virus corona. Terlebih, setelah munculnya kasus korupsi dana bansos yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara.
Sebagai informasi, telah terjadi lonjakan harga komoditas dan inflasi seiring memburuknya kondisi geopolitik global. Situasi ini sangat berdampak pada perekonomian Tanah Air.
Menyikapi itu, pemerintah dengan gesit segera mengumumkan kebijakan BLT minyak goreng yang diberikan kepada 20,5 juta keluarga, serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan.
Hal itu ditegaskan Menko Ekonomi Airlangga Hartarto dalam keterangan pers usai Sidang Kabinet, 5 April lalu. Ia menjelaskan bantuan akan diberikan untuk tiga bulan, dengan besaran sebesar Rp100 ribu per bulan, dibayar di muka pada April.
Tidak hanya itu, Airlangga juga menegaskan bahwa Bantuan PKH dan Kartu Sembako serta BLT Desa juga terus digulirkan pemerintah.
"Jadi pemerintah memberikan subsidi langsung yang kemarin terkait Kartu Sembako 18,8 juta KPM, lalu PKH ada tambahan 2 juta KPM, juga untuk bantuan minyak goreng yang besarnya Rp 300.000 untuk 3 bulan atau Rp 100.000/bulan," kata Airlangga.