Tolak Uji Materiil Permendikbud Anti Kekerasan Seksual, MA Diminta Terapkan Perma Nomor 3 Tahun 2017

Selasa, 12 April 2022 | 05:05 WIB
Tolak Uji Materiil Permendikbud Anti Kekerasan Seksual, MA Diminta Terapkan Perma Nomor 3 Tahun 2017
Kantor Mahkamah Agung RI (Ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia atau MaPPI FH UI, Muhammad Rizaldi mengatakan pihaknya bersama Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pendidikan Tanpa Kekerasan, mendorong Mahkamah Agung menerapkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Hal tersebut untuk menolak uji materil Permendikbud nomor 30 tahun 2021 yang dilayangkan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau atau LKAAM Sumatera Barat.

Penerapan Perma 3 Tahun 2017 merupakan salah satu poin di dalam Amiqus Cuarie yang diserahkan ke Mahkamah Agung (MA).

"Mendorong dan mendukung Mahkamah Agung untuk menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung nomor 3 tahun 2017 yang menjadi salah satu poin pembahasan dalam amiqus cuire," kata Rizaldi dalam jumpa pers secara virtual, Senin (11/4/2022).

Rizaldi menyebut dengan penerapan Perma 3 tahun 2017, seharusnya menjadi momentum yang krusial bagi MA untuk menunjukkan komitmennya terkait bagaimana penanganan kasus terhadap perempuan berhadapan hukum, dapat benar-benar ditangani dengan perspektif yang seadil-adilnya.

Baca Juga: Tolak Uji Materiil Permendikbud, Koalisi Masyarakat Sipil Serahkan Amiqus Cuarie, Ini Poin-poin Penolakannya

Kata Rizaldi, di dalam Pasal 11, Perma 3 Tahun 2017 ditegaskan bagaimana mekanisme MA dalam melakukan uji materiil, harus mempertimbangkan hal-hal tertentu. Yakni, mempertimbangkan prinsip hak asasi manusia, kepentingan terbaik dan pemulihan perempuan, konvensi atau perjanjian internasional terkait kesetaraan gender, relasi kuasa dan analisis gender secara komprehensif.

"Jadi memang kelima point ini yang menjadi poin-poin analisis kami di dalam Amiqus Cuarie," papar dia.

Selain itu, Rizaldi menyebut bahwa Permendikbud nomor 30 tahun 2021, bukan hanya terkait mekanisme pencegahan, namun mekanisme penanganan. Bahkan kata dia Permendikbud nomor 30 tahun 2021 juga mengatur tentang mekanisme pemulihan korban.

"Sudah jelas bahwa Permendikbud ini tujuannya adalah untuk memudahkan korban ketika berhadapan dengan hukum. Katakanlah dalam hal ini perempuan sebagai korban, juga kaitannya dengan relasi kuasa," katanya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pendidikan Tanpa Kekerasan menyerahkan Amiqus Cuarie (Sahabat Pengadilan) ke Mahkamah Agung untuk menolak uji materi Permendikbud nomor 30 Tahun 2021 soal Anti kekerasan Seksual di Kampus.

Baca Juga: Ketanji Brown Jackson Terpilih Jadi Perempuan Kulit Hitam Pertama di Mahkamah Agung Amerika

Koalisi tersebut terdiri dari ICJR, YLBHI, MaPPI FHUI, LBH APIK Jakarta, dan SAFEnet.

"Yang disampaikan adalah penolakan terkait dengan pasal 5 ayat 2 huruf b, f, g, h, j, l, m yang memuat unsur terkait dengan persetujuan, terkait diskursus soal seksual concern, yaitu berkaitan dengan unsur tanpa persetujuan dan yang tidak ataupun unsur yang tidak disetujui," ujar Peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam jumpa pers secara virtual, Senin (11/4).

Maidina menyebut penolakan terhadap uji materiil Permendikbud nomor 30 tahun 2021 yang dilayangkan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat tidak berdasar. Adapun gugatan tersebut melalui nomor perkara 34 P/HUM/2022.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI