Suara.com - Pemerintah RI menyebut bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa perlu bersikap hati-hati dan tidak mencabut hak sah anggotanya sebelum mempunyai seluruh fakta yang ada.
Hal tersebut tercantum dalam pernyataan pers Kementerian Luar Negeri, hari ini, menyusul resolusi yang diadopsi oleh Sidang Darurat Khusus Majelis Umum PBB pada 7 April lalu mengenai penangguhan keanggotaan Rusia pada Dewan HAM PBB.
Resolusi tersebut diadopsi melalui proses pemungutan suara, di mana 93 negara mendukung, 24 negara menolak, dan 58 negara memilih untuk abstain termasuk Indonesia.
“Dalam explanation of vote, Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB, Arrmanatha Christiawan Nasir, menegaskan bahwa pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Ukraina harus dimintai pertanggungjawaban dan dibawa ke pengadilan,” demikian Kemlu RI.
Baca Juga: 8 Diplomat Rusia Diusir Jepang, Buntut Pembunuhan Warga Sipil
Oleh karena itu, Indonesia meyakini bahwa Independent International Commission of Inquiry yang telah dibentuk perlu diberi kesempatan untuk bekerja secara obyektif dan transparan, serta melaporkan hasil temuannya.
Selain itu, Dewan HAM di Jenewa juga harus diberikan akses untuk bekerja secara transparan dan melaporkan hasil temuannya.
“Majelis Umum PBB perlu bersikap hati-hati, dan tidak mencabut hak sah anggotanya sebelum mempunyai seluruh fakta yang ada. Majelis Umum PBB tidak boleh menciptakan preseden negatif yang dapat menjatuhkan kredibilitasnya sebagai badan yang terhormat,” demikian Kementerian luar Negeri RI.
Indonesia juga mendesak semua pihak untuk menghentikan kekerasan dan sekuat mungkin mengupayakan adanya perdamaian melalui dialog dan diplomasi.
“Ini adalah cara satu-satunya yang dapat menghentikan penderitaan dan bertambahnya korban jiwa di Ukraina. Sekaligus untuk mencegah semakin parahnya dampak perang ini dalam skala yang lebih luas.” [Antara]
Baca Juga: Indonesia Pilih Abstain dalam Voting PBB, Begini Penjelasan Kementerian Luar Negeri