Suara.com - Pengadilan Turki menunda sidang in absentia terhadap 26 terdakwa pembunuhan jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi, dan mengalihkan kasusnya kepada Arab Saudi. Langkah ini memicu kecaman pegiat HAM dan keluarga korban.
Keputusan itu diumumkan di tengah peringatan kelompok hak asasi manusia yang mengkhawatirkan kebuntuan hukum, jika kasus pembunuhan Jamal Khashoggi dialihkan kepada Arab Saudi.
Khashoggi dibunuh di gedung konsuler Arab Saudi di Istanbul pada 2018 silam. Dia diundang untuk mengurus dokumen pernikahan untuk tunangannya, Hatice Cengiz, yang berkewarganegaraan Turki.
Menurut kepolisian Turki, jenazahnya dimutilasi dengan gergaji tulang. Dia diyakini dibunuh oleh tim algojo yang beranggotakan anggota dinas rahasia, aparat keamanan dan seorang ahli forensik.
Semua terdakwa tercatat pernah bekerja untuk Pangeran Mohammed bin Salman. Kini kasus pembunuhan Khashoggi selanjutnya ditangani oleh lembaga yuridis Saudi.
Langkah tersebut selaras dengan upaya pemerintah Turki memperbaiki hubungan dengan Kerajaan al-Saud, menyusul perselisihan antar kedua negara di sejumlah wilayah di Timur Tengah.
Sebelumnya sejumlah media Arab melaporkan, Arab Saudi menyaratkan penghentian sidang Khashoggi sebagai syarat normalisasi hubungan diplomasi.
Sebabnya keputusan pengadilan Turki dilihat sebagai upaya mendamaikan kedua jiran yang berkonflik sejak Musim Semi Arab 2011.
Kementerian Kehakiman di Istanbul bersikeras, sidang akan kembali dilanjutkan jika pengadilan tidak puas atas kelanjutan kasus di tangan otoritas Saudi.
Baca Juga: Babak Baru Kasus Pembunuhan Khashoggi, Sidang Dipindah Ke Arab Saudi
Tidak jelas apakah Saudi akan membuka pengadilan baru, terutama setelah pemerintah memvonis sejumlah terdakwa dalam tribunal rahasia.