Suara.com - Presiden Mansour Hadi memecat Ali Mohsen al-Ahmar atas desakan Arab Saudi. Tokoh yang awalnya dilambungkan oleh Riyadh sebagai panglima perang melawan Houthi itu kini justru dianggap menghalangi perundingan damai.
Keputusan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi datang bersamaan dengan tawaran damai kepada pemberontak etnis Houthi di utara Yaman.
Sebagai tanda iktikad baik, dia mendelegasikan kekuasaannya kepada dewan kepresidenan dan memecat Wakil Presiden Ali Mohsen al-Ahmar.
"Saya secara resmi mendelegasikan kekuasaan penuh kepada Dewan Kepresidenan, sesuai dengan konstitusi dan Inisiatif Teluk dengan mekanisme eksekutifnya,” ujarnya dalam sebuah pidato di televisi, Kamis (7/4).
Baca Juga: Presiden Yaman Berhentikan Wakil Presiden, Ini Alasannya
Dengan langkah itu, Presiden Hadi praktis melucuti kekuasaannya sendiri. Meski demikian, mandat Dewan Kepresidenan, kata dia, akan berakhir seiring dengan terciptanya "perdamaian penuh” di Yaman.
Beberapa saat setelahnya, Arab Saudi mengumumkan paket bantuan ekonomi senilai USD 3 miliar untuk Yaman.
Dalam kesempatan itu, Riyadh juga memberi imbauan serupa kepada Houthi agar menerima tawaran perundingan damai.
Perang sudah membisu di Yaman sejak gencatan senjata berlaku pada Sabtu, (2/4), seiring dimulainya bulan Ramadan.
Kesepakatan itu memungkinkan masyarakat dan organisasi bantuan untuk beraktivitas dalam damai, pertamakalinya sejak 2016.
Baca Juga: Presiden Yaman Berhentikan Wapres, Serahkan Wewenang ke Dewan
Dendam kesumat Terutama Pemecatan Ali Mohsen diyakini akan mengubah sikap pemberontak Houthi yang menyimpan dendam terhadap sang jendral.
Dia mengobarkan perang terhadap kelompok etnis Houthi antara 2004 dan 2010, sebelum ditunjuk sebagai wakil presiden pada 2016 atas desakan Arab Saudi yang ingin menumpas pemberontakan di Yaman.
Dia dikenal dekat dengan gerilayawan Sunni dan memiliki jejaring luas dengan klan-klan Arab di kawasan utara.
Kedekatan tersebut ikut melambungkan karir Ali Mohsen sebagai komandan tempur paling berkuasa selama tiga dekade kekuasaan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Menurut lembaga penelitian Washington Institute, dia aktif menyokong Mujahidin Yaman di Afganistan pada 1980an, dan lalu merekrut mereka untuk melawan pemberontak di selatan dalam perang saudara 1994.
Perannya itu diingat oleh penduduk di selatan yang hingga kini masih merawat permusuhan terhadap sang jendral.
Negosiasi damai
Bersamaan dengan pemecatan Ali Mohsen, Presiden Hadi mengundang tokoh pemberontak di selatan, Aidarous al-Zubaidi, untuk duduk di Dewan Kepresidenan.
Dewan itu beranggotakan seorang ketua dan tujuh wakil yang akan dipimpin Mayor Jendral Rashad al-Alimi.
Dia sebelumnya menjabat wakil perdana menteri di era Presiden Saleh dan sempat memegang Kementerian Dalam Negeri.
Menurut mandat presiden, dewan yang baru hanya akan bertanggungjawab terhadap masalah politik dan keamanan.
Adapun kebijakan ekonomi dan hukum akan dirangkai oleh dua badan ad-hoc lain. Arab Saudi mendesak Dewan Kepresidenan untuk "memulai negosiasi dengan kelompok Houthi, di bawah pengawasan PBB, untuk mencapai solusi akhir dan komperhensif,” kata Riyadh dalam keterangan persnya.
Riyadh dan sekutunya, Uni Emirat Arab, berjanji akan menyuntik dana segar sebesar USD 1 miliar kepada Bank Sentral Yaman, serta USD 1 miliar tambahan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan untuk membeli bahan bakar.
Perang di Yaman sejauh ini telah menewaskan puluhan ribu warga sipil dan menciptakan bencana kelaparan. Menurut PBB, sebanyak 80% populasi Yaman yang berjumlah 30 juta orang bergantung sepenuhnya kepada bantuan kemanusiaan. rzn/yf (ap,rtr,afp)