Suara.com - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Polri untuk konsisten melakukan penindakan terhadap para pelaku klitih atau tawuran yang meresahkan masyarakat. Terbaru di Jogja, seorang pemuda berusia 18 tahun meninggal dunia usia menjadi korban klitih pada Minggu (3/4/2022) lalu.
Korban harus meregang nyawa usia mendapat luka sabetan senjata tajam saat melintas di Gedongkiuning, Yogyakarta.
Melihat peristiwa tersebut, Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menyebut ada tujuh langkah yang bisa dilakukan kepolisian untuk mencegah hal serupa terulang kembali. Pertama kekerasan oleh anak-anak remaja di bawah 18 tahun yang mengancam jiwa, harus ditindak tegas oleh Polri tanpa ragu dengan berpegang proses hukumnya melalui Undang-Undang Peradilan Anak.
"Kedua, apabila menggunakan sajam harus diterapkan pasal berlapis selain penganiayaan berat, pasal 351 atau pasal 170. Bahkan dapat juga diterapkan pasal Undang-Undang Darurat agar menimbulkan efek jera bagi pelaku," kata Sugeng, Jumat (8/4/2022).
Baca Juga: Anies Baswedan Diteriaki Calon Presiden, Baby Margaretha Menyesal Tak Pakai Cincin Nikah
Ketiga, proses diversi tetap diberlakukan sesuai dengan Undang-Undang Peradilan Anak, sementara untuk anak-anak di atas 12 tahun tetap diproses hukum. Keempat, Polri harus tegas dengan mengedepankan profesionalisme dalam penanganan pidana yang menyimpang dilakukan remaja tersebut.
"Kelima, problem klitih bukan hanya tanggung jawab Polri saja, tetapi terkait orang tua yang berada di hulu, kemudian sekolah, tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai upaya pencegahan, di samping perlunya pendidikan budi pekerti," jelas Sugeng.
Keenam, dalam mengatasi klitih, begal, tawuran geng tersebut, IPW mendorong fungsi intelkam dan binmas dikedepankan dengan melakukan mitigasi potensi munculnya kekerasan laten dikalangan anak remaja.
"Anggota Polri masuk pada grup-grup Whatsapp (WA) mereka, mengidentifikasi aktor-aktor kunci kekerasan yang menjadi provokator serta mendeteksi lokasi-lokasi yang menjadi tempat mereka tawuran," kata Sugeng.
Terakhir, patroli polisi yang menyasar kumpulan-kumpulan anak remaja tanpa kepentingan jelas harus diintensifkan dan dibubarkan karena pengkonsentrasian massa anak-anak remaja atau dalam bentuk bergerombol adalah potensi menimbulkan chaos.
Baca Juga: Harga Minyak Goreng Melambung, Ini Upaya DKUKMPP Bantul Pastikan Stok Cukup
"Dengan ketujuh langkah tersebut, munculnya perilaku-perilaku menyimpang para remaja dan pelajar di jalanan dapat dikendalikan dan angka kejadiannya bisa diturunkan sampai akhir tahun 2022," ucap Sugeng.