Suara.com - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi angkat bicara setelah dirinya diputuskan tidak bersalah karena menggelar rapat paripurna interpelasi terhadap Gubernur Anies Baswedan. Ia mengaku dari awal dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK), merasa tidak takut sama sekali.
Pasalnya, Prasetio mengaku yakin prosedur menggelar interpelasi dari awal sudah sesuai dengan aturan. Akhirnya, meski sudah menjalani pemeriksaan, tindakannya itu terbukti tidak melanggar tata tertib.
"Kan dari awal saya sudah bilang interpelasi itu hanya hak bertanya kami di DPRD tentang Formula E, dan itu dilakukan sesuai aturan," ujar Prasetio kepada wartawan, Kamis (7/4/2022).
Setelah putusan BK itu, Prasetio menyatakan rapat paripurna interpelasi 28 September 2021 itu belum berakhir. Saat itu, dirinya hanya melakukan skorsing yang artinya bisa kembali dilakukan kapanpun.
Karena itu, Prasetio meminta Anies tidak paranoid untuk hadir dalam rapat paripurna interpelasi DPRD. Sebab, interpelasi merupakan fungsi dan kewenangan dewan untuk bertanya terkait kebijakan Gubernur yang dinilai tidak wajar.
"Mau ditanya aja kok parno. Anies itu kan punya kemampuan menata kata yang sangat bagus. Saya yakin Anies bisa menjawab semua pertanyaan," katanya.
Ia menilai, rapat interpelasi merupakan kewajiban dan fungsi lembaga yang dipimpinnya untuk mengawasi kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov). Tindakan ini juga telah dijamin undang-undang untuk membuka mengenai kebijakan starategis yang berdampak luas bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dengan demikian, sudah seharusnya Anies menjelaskan mengenai perhelatan Formula E kepada publik. Apalagi, APBD yang telah dikucurkan cukup fantastis, yakni mencapai Rp 560 miliar untuk pembayaran commitment fee kepada Formula E Operation (FEO).
"Lalu berapa pastinya anggaran yang sudah dikucurkan dari APBD untuk Formula E ini? Dewan ingin mengetahuinya," pungkasnya.
Baca Juga: Ketua DPRD DKI Dinyatakan Tak Bersalah, Gerindra Yakin Interpelasi Anies soal Formula E Mandek
Diberitakan sebelumnya, Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI telah rampung melakukan pengusutan atas laporan terhadap Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi karena menggelar rapat paripurna interpelasi. Hasilnya, BK memutuskan Prasetio tidak bersalah.
Hal ini diketahui dari surat keputusan yang dikeluarkan oleh BK DPRD DKI kepada Prasetio pada tanggal 14 Maret 2022 lalu. Prasetio sempat diminta keterangan dalam sidang yang digelar BK di gedung DPRD.
"Menyatakan terlapor tidak terbukti melanggar tata tertib dan kode etik DPRD Provinsi DKI Jakarta," demikian bunyi surat keputusan tersebut, dikutip Selasa, (5/4/2022).
Mengenai surat tersebut, Anggota BK DPRD DKI, August Hamonangan pun membenarkannya.
"Iya betul," ucap August saat dikonfirmasi.
Prasetio sendiri dilaporkan karena menyelipkan pembahasan untuk memasukan agenda interpelasi untuk digelar dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus). Setelah ditelusuri, tindakan Prasetio tersebut dianggap tidak bersalah.
"Khusus pemenuhan asas kolektif kolegial, saya sampaikan bahwa berdasarkan uraian Ketua DPRD DKI Jakarta (Teradu) bahwasanya beliau sudah terapkan dengan cara menghubungi para Wakil ketua/Pimpinan lainnya terkait mau dilakukannya Rapat Bamus," tuturnya.
"Adapun terkait 'penambahan' agenda di tengah rapat sesuatu yang lazim apalagi disetujui oleh para peserta rapat," tambahnya menjelaskan.
Berikut adalah rekomendasi dari BK DPRD DKI berdasarkan amar putusan:
- Meminta kepada pimpinan DPRD senantiasa memperkuat prinsip kolektif kolegial yang disebutkan dalam tata tertib DPRD Jakarta Nomor 1 Tahun 2020 pada bab 1 ketentuan umum pada pasal 1 poin 20 dan 21 serta pasal 85.
- Meminta Pimpinan dan anggota DPRD untuk mematuhi dan menghormati kode etik DPRD Pasal 12 tentang Hubungan antar Anggota DPRD yaitu memelihara, dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antar sesama anggota DPRD, saling mempercayai menghormati menghargai membantu dan membangun saling pengertian antar sesama anggota DPRD menjaga keharmonisan hubungan antar sesama anggota DPRD.
- Meminta kepada pimpinan DPRD untuk melaksanakan revisi terhadap tata tertib DPRD Nomor 1 Tahun 2020 karena ditemukan beberapa aturan yang saling bertentangan serta tidak sesuai dengan rujukan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018.
- Meminta kepada Pimpinan dan anggota DPRD untuk memahami tata tertib DPRD sekaligus meminta Sekretariat Dewan untuk membagikan buku tata tertib.
- Meminta kepada Pimpinan dan Anggota DPRD untuk tidak secara mudah dalam membuat laporan atau pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD.