Suara.com - Membuang ke Sungai Serayu menjadi pilihan Kolonel Priyanto agar jejak kematian Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) lenyap -- bahkan tertutup. Meski demikian, Priyanto bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh, sempat mencari titik sepi di kawasan Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Semula, Priyanto Cs hendak langsung membuang jasad Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu. Namun, kondisi yang didapati tengah ramai orang.
Akhirnya, mereka mencari titik sepi. Maka dipilihlah anak sungai kecil yang nantinya bisa mengarah ke Sungai Serayu.
"Karena Sungai Serayu itu kan besar, kemudian jembatannya juga besar, ramai banyak orang. Akhirnya kami cari semacam anak sungainya yang tetap mengarah ke Serayu juga," ucap Priyanto saat sidang lanjutan di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022).
Kepada Priyanto, majelis hakim bertanya, siapa yang mempuanyai ide untuk membuang Handi dan Salsabila di titik Sungai yang sepi. Semula, sang kolonel menyebut ide itu berasal dari sang anak buah, Andreas.
"Itu yang punya ide lagi untuk cari tempat lain siapa?" tanya majelis hakim.
"Itu Kopda Dwi Atmoko, saya tidak tahu sebetulnya tempat itu," jawab Priyanto.
"Tadi kan terdakwa mengatakan sudah hafal?" tanya majelis hakim.
"Kalau Serayu yang besarnya saya tahu, tapi yang kecil saya tidak tahu," ucap Priyanto.
"Waktu mau dibuang pertama tapi ramai?" cecar majelis hakim.
"Itu saya tahu tempatnya itu memang, saya yang pakai Google Maps saya tahu tempat itu," papar Priyanto.
Majelis hakim terus mencecar Priyanto soal ide untuk membuang Handi dan Salsabila di lokasi yang sepi orang. Hingga pada akhirnya, sang kolonel mengakui jika ide tersebut berasal dari dirinya.
"Terus yang mengatakan jangan di sini (karena ramai), siapa?" cecar majelis hakim.
"Kopda Dwi Atmoko," ucap Priyanto.
"Keterangan saksi 2 dan 3 kemarin, terdakwa juga yang mengatakan bahwa jangan di sini nanti ketahuan?" tanya majelis hakim.
"Karena Kopda Dwi Atmoko kan orang Kebumen, asli orang Kebumen," ucap Priyanto.
"Kan awalnya mau dibuang tapi karena masih ramai, ada yang mengatakan jangan di sini. Kita cari tempat yg tersembunyi, itu siapa?" ucap majelis hakim.
"Kalau itu memang saya," Priyanto mengakui.
Buang ke Sungai Hilangkan Jejak
Sekelebat ide melintas di kepala Kolonel Priyanto, usai bertukar kemudi dengan Kopda Andreas yang gemetar setelah menabrak Handi dan Salsabila. Ide tersebut adalah membuang dua sejoli tersebut ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Dengan membuang Handi dan Salsabila ke sungai, Priyanto berharap jejak perbuatannya bisa hilang. Di pikiran Priyanto saat itu, jasad Handi dan Salsabila bisa lenyap dimakan ikan atau terbawa arus hingga ke laut lepas.
"Karena memang sudah muncul ide membuang di sungai karena saya lihat yang kita lewati ini tidak ada tempat pembuangan kecuali sungai," kata Priyanto.
Priyanto berpendapat, jika jasad Handi dan Salsabila di buang di darat, pasti akan dengan mudah ditemukan orang. Akhirnya, Sungai Serayu menjadi tempat yang dipilih untuk membuang dua sejoli tersebut.
"Oh jadi berpikir begitu?" ucap majelis hakim.
"Siap hanya berpikir itu," beber sang kolonel.
"Karena kalau di darat?" tegas majelis hakim.
"Di darat pasti ditemukan."
Kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.
Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.
Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, selain Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh, Pengadilan Militer II Tinggi Jakarta juga menghadirkan tujuh saksi lainnya.
Mereka adalah Letnan Dua (Letda) Cpm Syahril dari Pomdam III/Siliwangi dan enam warga sipil, yakni Sohibul Iman, Saipudin Juhri alias Osen, Teten Subhan, Taufik Hidayat alias Opik, Etes Hidayatullah yang merupakan ayah korban Handi Saputra, dan Jajang bin Ojo.
Pada sidang sebelumnya, Selasa (8/3), oditur militer yang merupakan penuntut umum di persidangan militer mendakwa Priyanto dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP.