Asal-usul Perbedaan Rakaat Sholat Tarawih 8 Rakaat dan 20 Rakaat di Indonesia

Kamis, 07 April 2022 | 13:37 WIB
Asal-usul Perbedaan Rakaat Sholat Tarawih 8 Rakaat dan 20 Rakaat di Indonesia
Ratusan jamaah mengikuti Shalat Tarawih di Masjid Raya Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (2/4/2022). [ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kenapa jumlah rakaat sholat tarawih berbeda-beda? Hal ini terlihat lazim di Indonesia. Berikut ini akan dijelaskan perbedaan rakaat sholat tarawih seperti dilansir NU Online.

Sebelum ke sana, kita perlu memahami adanya sholat tarawih di bulan ramadhan.

Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW:

“Barangsiapa bangun (shalat malam) di bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Baca Juga: Aturan Bayar Kafarat yang Harus Dibayar Suami Istri Berhubungan di Siang Hari saat Puasa Ramadhan

Tarawih merupakan sholat sunah yang dilakukan khusus hanya pada bulan Ramadan. Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak yang diartikan "waktu sesaat untuk istirahat".

Waktu sholat tarawih dilakukan setelah Isya.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, disebutkan Nabi Muhammad SAW sholat di masjid Nabawi pada suatu malam Ramadhan.

Para sahabat yang tahu lantas mengikutinya. Seiring waktu semakin banyak yang mengikuti aktivitas Nabi Muhammad SAW ini. 

Di malam berikutnya, Nabi Muhammad SAW masih melakukan itu. Namun di hari keempat tetiba Nabi Muhammad tidak hadir.

Baca Juga: Bacaan Al Quran yang Dianjurkan di Dalam Sholat Tarawih

Orang-orang heran. Pada suatu pagi, para sahabat menanyakan hal ini kepada Nabi.

Lalu Nabi Muhammad menjelaskan “sebenarnya tidak ada yang menghambatku untuk turut serta bersama kalian. Hanya saja aku takut nanti hal ini akan menjadi wajib.”

Beberapa mazhab fiqih pada dasarnya tidak banyak berbeda tentang pendapat seputar jumlah rakaat tarawih. Sebagaimana disebutkan Ibnu Rusyd dalam Bidâyatul Mujtahid, beda jumlah ini adalah soal afdhaliyah saja. Imam Malik bin Anas pada salah satu pendapatnya, kemudian Imam Abu Hanifah, Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan begitu pula Dawud azh Zhahiri, memilih untuk tarawih dengan 20 rakaat. Ada juga pendapat yang menyatakan tarawih itu sejumlah 36 rakaat, meski tidak populer.

Imam Ibnu Qudamah mencatat dalam al-Mughni bahwa sebab perbedaan ini adalah dasar hadits dan riwayat sahabat yang digunakan. Imam Malik bin Anas, sebagaimana ulama lain, menggunakan riwayat dari Yazid bin Ruman yang mauquf atau disandarkan pada perilaku sahabat, bahwa orang-orang sembahyang tarawih pada masa Umar bin Khattab dengan dua puluh rakaat, diimami sahabat Ubay bin Ka’ab.

Hal ini berbeda dengan keterangan yang disampaikan salah satu ahli hadits generasi awal, yaitu Abu Bakar bin Abi Syaibah, yang juga guru Imam Malik. Ia menyebutkan menemui orang-orang di Madinah shalat sebanyak 36 rakaat.

Kalangan yang berpendapat bahwa tarawih dilakukan delapan rakaat menyandarkan pada hadits berikut:

"Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia pernah bertanya kepada Aisyah: “Bagaimana shalat Nabi Muhammad di bulan Ramadhan?” Aisyah menjawab,“Beliau tak menambah pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat: shalat empat rakaat, yang betapa bagus dan lama, lantas shalat empat rakaat, kemudian tiga rakaat. Aku pun pernah bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum menunaikan shalat witir? Beliau menjawab: “mataku tidur, tapi hatiku tidak.”

Hadits ini yang menjadi dasar kalangan yang bertarawih dengan delapan rakaat – plus tiga rakaat witir.

Namun begitu hadits di atas oleh banyak ulama dinilai sebagai hadits yang berkaitan dengan jumlah rakaat dan tata cara witir, bukan tarawih. Dengan begitu, jumlah rakaat tarawih ini berbeda disebabkan perbedaan pemahaman atas hadits. Bila Anda hendak memilih delapan, dua puluh, atau lebih banyak dari itu, ketahuilah bahwa tidak ada keterangan eksplisit dalam hadits Nabi seputar jumlah rakaat tarawih.

Menurut keterangan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, sebagaimana dikutip KH Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Hadits-Hadits Palsu Seputar Ramadhan, pada dasarnya tiada ketetapan tertentu dari Nabi dalam hadits seputar rakaat tarawih.

Para ulama yang memilih pendapat 20 rakaat di atas, memilih berdasarkan sisi keutamaannya, karena dalilnya masih disandarkan pada perbuatan sahabat di masa Umar bin Khattab dan tidak dikomentari oleh sahabat lain.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI