Suara.com - Presiden Gotabaya Rajapaksa menawarkan jabatan menteri kepada oposisi, ketika aksi protes semakin menjalar ke penjuru negeri. Kabinet pemerintah praktis kosong setelah 26 menteri mengundurkan diri pada Minggu (3/4).
Tawaran pemerintah kepada partai-partai oposisi di parlemen melengkapi pekan penuh kegentingan di ibu kota Sri Jayawardenepura Kotte.
Sejak minggu lalu aparat keamanan bersenjata lengkap sudah disebar ke kota-kota besar untuk mengendalikan aksi protes yang kian ramai.
"Presiden mengundang semua partai politik di parlemen untuk menerima jabatan kabinet dan bergabung dalam upaya keluar dari krisis nasional,” tulis kantor kepresidenan Sri Lanka dalam sebuah keterangan pers, Senin (4/4).
Tawaran itu dibuat setelah semua menteri di kabinet, sebanyak 26 orang, mengundurkan diri pada Minggu, (3/4).
Gubernur Bank Sentral, Ajith Cabraal, menyusul pamit sehari kemudian. Alhasil, kabinet pemerintah kini hanya beranggotakan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan saudara kandungnya sendiri, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa.
Keduanya bersikeras krisis yang kian meruncing harus diselesaikan "di dalam kerangka demokratis,” tulis pemerintah.
Bagi para demonstran, langkah presiden merangkul oposisi sebaliknya hanya dilihat sebagai upaya klan Rajapaksa membetoni posisinya sebagai dinasti politik paling bepengaruh di Sri Lanka.
"Pergilah, orang gila! Gota sudah gila!” pekik massa berulangkali di Kiribathgoda, Senin (4/4), menanggapi keputusan pemerintah memberlakukan status darurat nasional, sehari setelah demonstran berusaha memasuki kediaman presiden di Kotte.
Baca Juga: Krisis Ekonomi Memburuk, Sejumlah Menteri Sri Lanka Mundur
Nasib dinasti Rajapaksa