Suara.com - Nama "klitih" mungkin masih asing di telinga banyak masyarakat, terutama yang berada di luar pulau Jawa. istilah ini menjadi viral sejak nama klitih disangkutpautkan dengan kasus kejahatan mirip begal yang terjadi di Yogyakarta.
Kasus klitih menjadi sorotan tajam publik setelah menewaskan seorang pelajar bernama Daffa Adzin Albazith (17). Anak DPRD Kebumen itu harus meregang nyawa setelah menjadi korban dalam aksi klitih yang sadis.
Simak 5 fakta Klitih, begal yang marak terjadi dan meresahkan masyarakat di Yogyakarta:
1. Arti klitih
Baca Juga: Meresahkan! Klitih Sudah sampai di Semarang, Videonya Viral Bikin Geram
Secara bahasa, klitih berarti suatu kegiatan yang dilakukan di luar rumah untuk mencari "angin segar" atau berjalan-jalan ke luar rumah. Klitih ini awalnya disangkut pautkan sebagai kegiatan refreshing dan banyak dilakukan oleh warga.
Yogyakarta yang banyak terdapat tempat wisata sering dijadikan sebagai tempat "klitih" atau menghabiskan waktu luang.
2. Istilah Klitih menjadi negatif
Istilah klitih kini tidak lagi sebatas keluyuran atau menghabiskan waktu luang. Tahun 2016 silam, masyarakat dihebohkan dengan kasus tewasnya seorang remaja bernama Iqbal Dinaka yang diduga menjadi korban "klitih" di Yogyakarta.
Hal ini membuat banyak masyarakat resah dan mulai waspada akan kejadian begal semacam ini. Dari kejadian tersebut, masyarakat pun menyebut "klitih" sebagai kegiatan anarkisme dan kekerasan hingga mengakibatkan nyawa melayang.
Baca Juga: Warganet Semprot Buzzer yang Ributkan Ngaji di Malioboro, tapi Tragedi Klitih Malah Diam
3. Modus Klitih
Kasus klitih yang terjadi selama ini biasanya didasari oleh dendam suatu individu dengan individu lain, sehingga melibatkan banyak kelompok. Terkadang, aktivitas korban sudah dipantau oleh pelaku sejak lama dan tidak disadari oleh korban.
Beberapa modus yang dilakukan oleh pelaku bertujuan untuk menunjukkan suatu identitas kelompok tertentu atau adanya persaingan antar kelompok.
Tak hanya itu, klitih terkadang bisa terjadi karena masalah sepele, seperti tersinggung karena perkataan sehingga menyebabkan sakit hati dan membuat pelaku gelap mata. Tujuan klitih ini juga bermacam-macam, ada yang balas dendam, atau berkedok sebagai perampok.
4. Korban berjatuhan
Pelaku klitih ini biasanya sudah menyiapkan senjata tajam untuk menyerang korban. Bahkan, banyak korban klitih yang menjadi korban salah sasaran dari kelompok tertentu.
Kebanyakan korban yang berjatuhan merupakan remaja putra mulai dari usia 15-25 tahun. Hal ini menjadi pertanyaan besar di masyarakat mengapa para pelaku klitih ini mengincar korban dari rentang usia tertentu.
5. Pelaku banyak di bawah umur
Hal yang paling mengejutkan dari banyak kejadian klitih adalah umur para pelaku yang tergolong masih di bawah umur, bahkan ada yang baru berumur 14 tahun.
Umur para pelaku yang masih muda ini menjadi salah satu aspek penyidikan pihak kepolisian, yang mengungkap bahwa kejadian klitih ini didasari oleh geng-geng di sekolah. Para pelaku disebut berniat untuk balas dendam ketika ada pertikaian sebelumnya.
Selain itu, usia muda pelaku juga kerap dijadikan alasan pihak kepolisian tidak menghukum tegas. Polisi biasanya hanya akan memberikan sosialisasi dan membebaskan pelaku.
Walau begitu, pihak Kesultanan Yogyakarta kini sudah meminta kepolisian untuk tetap memproses pelaku secara hukum. Pasalnya, aksi pelaku klitih sudah sangat meresahkan masyarakat hingga menimbulkan korban jiwa.
Kontributor : Dea Nabila