Suara.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan partai politik hingga penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU tidak menyetujui penggunaan sistem elektronik voting atau e-voting. Menurutnya, pemungutan suara dalam pemilu dengan metode manual masih banyak disukai.
"Kami melihat untuk saat ini teman KPU dan parpol lebih suka dengan manual karena dengan manual semua bisa diawasi setiap tahapan. Dimulai dari TPS di tingkat kecamatan, itu semua bisa diawasi angkanya itu bergeraknya," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/4/2022).
Tito mengatakan, dirinya banyak belajar dari pengalaman negara-negara yang melakukan sistem e-voting dalam pemilunya, salah satunya seperti India. Negara-negara besar menurutnya juga banyak menolak adanya e-voting lantaran rawan adanya hacking atau pembajakan.
"Banyak negara-negara besar yang nggak mau melaksanakan e-voting lebih senang yang manual, kenapa? karena e-voting rawan terjadinya hacking diubah datanya. Karena semua, digital kan datanya. Sehingga banyak juga yang mau manual ngitungnya jadi Amerika kan manual," tuturnya.
Lebih lanjut, Tito mengatakan dalam skala daerah sistem e-voting bisa dilakukan dan berhasil, contohnya kala Pemilihan Kepala Desa atau Pilkades. Namun untuk skala nasional perlu ada pertimbangan.
"Kalau e-voting memang cepat tapi mereka teman-teman takut kalau nanti terjadi angka yang salah atau dihacking dihijack sehingga akhirnya angkanya berubah. Kira-kira begitu plus minusnya," tandasnya.
Usulan e-voting
Diketahui, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate memberikan usulan agar Indonesia mulai menerapkan cara kerja sistem e-voting. Ia menilai digitalisasi dalam Pemilu 2024 berpeluang besar untuk dilakukan, yakni via e-voting
Sistem pemungutan suara Pemilu melalui e-voting diketahui sudah diterapkan oleh sejumlah negara. Menurut Johnny, sistem ini akan bermanfaat dalam rangka efektivitas dan efisiensi proses kontestasi politik yang legitimate, mulai dari tahapan pemilih sampai transmisi dan tabulasi hasil pemilu.
Baca Juga: Soal Pelaksanaan Pemilu 2024, Ganjar Beri Komentar Meyakinkan: Kita Udah Nabung untuk Anggaran
"Pendadopsian teknologidigital dalam giat Pemilu memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestatsi politik yang legitimate baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara, hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilu," jelas Johnny dalam siaran pers, Rabu (23/03/2022).
Johnny lantas mencontohkan salah satu negara yang sukses melakukan pemungutan suara secara digital yaitu Estonia. Tokoh politik dari partai Nasdem itu mengungkap, Estonia telah menyelenggarakan Pemilu dengan sistem e-voting yang bebas, adil, dan aman sejak tahun 2005.
Bahkan, Estonia sudah mempunyai sistem Pemilu digital pada tingkat kota, negara, dan tingkat Uni Eropa. Sistem ini pun sudah digunakan oleh 46,7 persen penduduk. Ia juga membeberkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyiapkan sistem e-voting ini dari lama.
"Jadi (sistem e-voting ini) bukan baru, termasuk Komisi Pemilihan Umum ini sudah lama juga menyiapkannya," ujar menteri kelahiran Nusa Tenggara Timur ini.
Tak hanya di belahan Eropa Utara saja, Johnny pun menyebut India yang juga sudah melakukan digitalisasi tahapan Pemilu.