Suara.com - Herri Swantoro, hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat mengabulkan banding dari jaksa dengan vonis hukuman mati bagi Herry Wirawan, terpidana kasus pemerkosaan 13 santriwati.
Keputusan hukuman mati tersebut dibacakan dalam sidang yang diselenggarakan di PT Bandung, Senin (4/4/2022). Putusan ini menjadi perbaikan dari putusan Pengadilan Negeri Bandung sebelumnya yang menjatuhkan hukuman seumur hidup untuk Herry Wirawan.
Lantas, bagaimanakah profil dari Herri Swantoro? Simak ulasan selengkapnya berikut ini.
Baca Juga: Rapat Bareng Mendagri Tito, Luqman PKB Minta Kepala Desa yang Dukung Jokowi 3 Periode Diberi Sanksi
Melansir dari laman sebuah penerbit yakni Rayyana Komunikasindo, hakim PT Bandung ini memiliki sederet gelar yakni Dr. Herri Swantoro, S.H., M.H. Ia dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 September 1959.
Hakim berusia 62 tahun ini adalah lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1983.
Berikutnya, Herri berhasil meraih gelar S2 di Universitas Krisnadwipayana pada tahun 2003.
Kemudian, pada 2017 silam, Herri menyelesaikan studinya dalam program Doktoral di Universitas Padjajaran.
Herri Swantoro telah memulai karier sejak tahun 1984 sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Surabaya. Selanjutnya, ia secara berurutan menjadi hakim di PN Sungai Liat, PN Cibadak, PN Pontianak, PN Tangerang, PN Denpasar, dan PN Jakarta Pusat.
Baca Juga: Komnas HAM Tak Setuju Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati Divonis Mati
Karier Herri kian cemerlang sampai mendapat promosi jabatan sebagai Ketua PN Muara Enim, Wakil Ketua dan Ketua PN Sleman, Ketua PN Tangerang, dan Ketua PN Jakarta Selatan.
Berlanjut pada tahun 2011, Herri dipromosikan sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, lalu di PT Jakarta.
Tiga tahun kemudian, Herri dilantik menjadi Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) Mahkamah Agung.
Herri Swantoro saat ini menduduki posisi menjadi Ketua PT Bandung. Melansir laman pt-bandung.go.id, Herri dilantik pada 22 September 2021 bertempat di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta.
Sebelumnya, Herri pun sempat menduduki Ketua PT Surabaya menggantikan Abdul Kadir.
Herri Swantoro selama ini aktif untuk menulis buku. Ia telah menulis sebanyak tiga buku dengan judul Bunga Rampai Hukum dan Administrasi Peradilan Umum, Hukum Perseroan Terbatas dan Ancaman Pailit, serta Dilema Eksekusi.
Buku berjudul Dilema Eksekusi yang terbit tahun 2018 berisi mengenai pengalaman Herri selama berkarier di PN, PT, dan Dirjen Badilum yang sudah berlangsung lebih dari 35 tahun.
Jatuhkan Hukuman Mati ke Herry Wirawan
Nama Herri Swantoro kian santer dibicarakan usai keputusannya memvonis mati Herry Wirawan.
Seperti diketahui, perbuatan yang dilakukan Herry Wirawan sudah di luar dari akal sehat manusia. Pemimpin pesantren itu nekat memperkosa belasan santriwati yang tergabung dalam boarding school miliknya di Cibiru, Bandung.
Mirisnya lagi, para korban rudapaksa Herry Wirawan adalah santriwati yang masih di bawah umur. Rata-rata mereka menginjak usia 13 hingga 17 tahun.
Herry melakukan aksi bejatnya di sejumlah tempat, mulai dari yayasan pesantren, hotel, hingga apartemen. Bahkan, ia melakukan tindakan itu selama lima tahun, sejak 2016 sampai 2021.
Buntut dari aksinya, beberapa korban mengalami kehamilan hingga melahirkan anak. Terdapat sembilan bayi yang lahir akibat tindakan keji Herry Wirawan.
Tak cukup sampai di situ, bayi-bayi malang itu dipakai Herry Wirawan untuk alat meminta sumbangan. Ia menyebut bahwa bayi tersebut yatim piatu.
Herry Wirawan diketahui juga menyelewengkan dana yang seharusnya digunakan untuk mengelola sekolah berasrama.
Berbagai kejahatan dari Herry Wirawan inilah yang akhirnya membuat JPU Kejati Jabar menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati dan hukuman pidana tambahan yaitu pengumuman identitas dan kebiri kimia.
Kontributor : Hayuning Ratri Hapsari