Suara.com - Kenaikan utang negara dari bergantinya masa kepresidenan menjadi sebuah fenomena yang kerap terjadi di Indonesia. Lantaran seorang presiden akan mewariskan utang yang belum ia selesaikan ke presiden selanjutnya setelah selesai masa jabatan. Begitu pula yang terjadi pada masa transisi dari era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke era Joko Widodo (Jokowi).
Utang era Jokowi dinilai mencetak rekor dari yang tercatat di era-era sebelumnya. Bahkan per tahun 2020 yang lalu saja, seorang ekonom senior Indef Didik J Rachbini menilai utang negara naik 300 kali lipat dari era sebelumnya.
Tidak hanya di tahun 2020, di tahun 2022 ini utang Jokowi mencapai angka ribuan triliun dan menjadi sebuah rekor utang negara. Dilaporkan dalam naskah APBN Kementerian Keuangan bertajuk APBN Kita bahwa utang negara mencapai angka Rp 7.014,58 triliun.
Jika diubah dalam bentuk rasio presentase terhadap (PDB) Produk Domestik Bruto, maka perbandingan utang dengan PDB adalah 40,17 persen.
Baca Juga: Erick Thohir Dinilai Layak Jadi The Next Jokowi, Ini Alasannya
Angka keseluruhan utang negara tersebut sebagian besar terdiri atas surat berharga seniliai 87,88 persen. Angka 12,12 persen sisanya merupakan pinjaman, termasuk pinjaman dari luar negeri sebesar Rp 837,11 triliun.
Kendati mencapai angka ribuan triliun, pemerintah memberikan penilaian dalam naskah laporan APBN tersebut yakni "posisi utang terjaga dalam batas aman dan wajar, serta terkendali."
Lantas, bagaimana dengan utang negara pada masa presiden sebelumnya?
Utang pemerintah pada era SBY di akhir masa jabatannya yang kedua mencapai Rp 2.608,78 triliun. Sebelumnya, SBY mewarisi utang dari era Megawati yang mencapai angka Rp 1.298 triliun.
Kendati mengalami pembengkakan dibandingkan dengan era Megawati, SBY telah melunasi utang negara yang dibebankan oleh IMF.
Baca Juga: Ribuan Mahasiswa Siap Demo Besar-besaran Jika Jokowi Tak Kabulkan Tuntutan Ini
Pada periode pertama SBY menjabat, Bank Indonesia telah melunasi pembayaran sisa utang ke IMF sebesar USD 3,7 miliar pada tahun 2006 yang seharusnya jatuh tempo pada 2010. Sehingga, pelunasan tersebut dinilai berhasil dicapai empat tahun lebih awal dari batas waktu yang ditentukan.
Utang pada masa era Jokowi pada akhirnya menjadi perhatian khusus bagi para ekonom dan pemangku kepentingan. Karena, utang jika tak kunjung dilunasi beberapa persen, utang akan dibebankan bagi presiden yang menjabat. Mengingat dua tahun lagi akan diadakan pemilihan presiden 2024.
Kontributor : Armand Ilham