Suara.com - Sebuah lukisan yang mengabadikan kemenangan bersejarah dalam pertempuran antara salah satu kerajaan Muslim di India melawan pasukan kolonial Inggris pada tahun 1780 dijual dalam sebuah lelang di London.
Penawaran di balai lelang Sotheby's pada Rabu (30/03) akan dimulai dari 370,000 (Rp6,9 miliar)
Lukisan tersebut menunjukkan Haider Ali, sultan dari kerajaan Mysore, dan putranya, Tipu, mengalahkan pasukan East India Company di Pertempuran Pollilur yang termasyhur.
Tipu, yang dijuluki "Macan Mysore", menjadi musuh terberat Kompeni sampai ia dikalahkan dan dibunuh pada 1799.
Baca Juga: Kunjungi Keraton Yogyakarta, Delegasi G20 Disuguh Lukisan Maestro Raden Saleh hingga Bir Jawa
Sejarawan William Dalrymple menyebut penggambaran tentang peristiwa di Pollilur itu "bisa dibilang lukisan terhebat India yang masih bertahan atas kekalahan kolonialisme".
Dalrymple, yang bukunya, The Anarchy, mendokumentasikan kebangkitan East India Company pada Abad ke-18, menyebut peristiwa tersebut "kekalahan paling telak" dan "hampir mengakhiri kekuasaan Inggris di India".
Tipu, yang pertama kali menjadi komandan perang di Pollilur berhasil "membalikkan keadaan" melawan Inggris, kata Dalrymple kepada BBC.
Adegan-adegan pertempuran pertama kali diperintahkan untuk dilukis oleh Tipu sendiri pada 1784. Mereka dilukis di dinding dan atap istananya - Daria Daulat Bagh - di Srirangapatnam, yang waktu itu menjadi ibu kota Mysore di India selatan.
Beberapa adegan ini juga dilukis setidaknya dua kali di atas kertas menggunakan tinta dan pigmen gouache.
Baca Juga: Kreatif, Potongan Rambut Disulap Jadi Lukisan oleh Pemilik Salon di Filipina
Salah satu lukisan tersebut dijual dalam sebuah lelang pada 2010 dan dibeli oleh Museum Seni Islam di Qatar. Ia dibawa ke Inggris oleh Kolonel John William Freese, yang bertugas di Srirangapatnam setelah Tipu kalah. Keluarga Freese mewariskannya turun-temurun sebelum menjualnya pada 1978 kepada seorang kolektor pribadi, yang kemudian menjualnya pada 2010.
Asal-mula lukisan kedua, yang sekarang dilelang Sotheby's, tidak begitu jelas. Mengingat kesamaannya dengan lukisan yang didapatkan Freese, ia diasumsikan juga telah dibawa ke Inggris oleh seorang pejabat.
Ia pertama kali muncul dalam lelang pada awal tahun 90-an, kata Benedict Carter dari Sotheby's kepada BBC. "Tapi kami tidak tahu apa yang terjadi padanya dalam 100 tahun sebelum itu."
Ia hanya pernah dipamerkan sebentar, pada 1990 dan 1999, sehingga "kondisinya masih sangat bagus", kata Carter.
Baca juga:
- Mengapa Bollywood terobsesi membuat film tentang perjuangan kemerdekaan?
- Bagaimana seni era penjajahan Barat menciptakan stereotipe dunia Arab
- Bagaimana kolonialisme membentuk 'body shaming'
Lukisan itu menggambarkan - secara jelas dan mendetail - apa yang terjadi pada pagi hari tanggal 7 September 1780.
Tipu menyergap pasukan Kompeni yang dipimpin oleh Kolonel William Bailie di dekat sebuah desa bernama Pollilur tidak jauh dari Madras (sekarang Chennai), salah satu pos perdagangan utama Inggris pada saat itu. Saat Haider Ali tiba dengan bala bantuan, "pertempuran kurang-lebih sudah dimenangkan", kata Dalrymple.
Lukisan sepanjang hampir 10 meter itu, yang membentang di 10 lembar kertas, menunjukkan Tipu duduk di atas seekor gajah sambil mengawasi pasukannya. Di ujung lain lukisan itu, kavalerinya menyerang pasukan Kompeni di kedua sisi saat mereka membentuk formasi segi empat di sekitar Bailie yang berada di dalam tandu.
Ia bahkan menunjukkan sebuah gerobak amunisi yang meledak - salah satu momen dalam pertempuran, tulis Dalrymple dalam sebuah esai yang menyertai pelelangan - yang dicatat oleh adik laki-laki Bailie, John:
"Dua gerobak amunisi diserang dan keduanya meledak secara bersamaan, menciptakan 'bukaan besar di kedua garis pertempuran', yang dimanfaatkan oleh Kavaleri. Mereka diikuti oleh tentara Gajah, yang merampungkan kekalahan kami."
"Sungguh strategi yang menakjubkan, yang belum pernah dilakukan," kata Dalrymple kepada BBC.
Dia percaya itulah sebabnya, meskipun mereka yang kalah, perwira Inggris seperti Kol. Freese memerintahkan pembuatan lukisan itu - karena mural di Srirangapatam sama, bahkan lebih, memesona.
Teori lainnya ialah bahwa dua lukisan itu dibuat sebagai gambar persiapan ketika Kompeni merestorasi fresko di Srirangapatnam di bawah perintah Arthur Wellesley, calon Duke of Wellington.
Tipu sendiri telah memerintahkan mural itu ditutup dengan cat putih setelah kalah dalam pertempuran-pertempuran berikutnya melawan Kompeni - gambar-gambar itu "sangat berdarah", kata Dalrymple, dan menutupinya mungkin merupakan isyarat perdamaian.
Meskipun akhirnya kalah, Tipu dihormati oleh Inggris karena kecerdasan militernya dan "cara dia mati dengan gagah dalam pertempuran", menurut Dalrymple.
Jadi tidak begitu mengejutkan bagi para sejarawan bila Inggris memutuskan untuk menyimpan bukti Pertempuran Pollilur.
Lukisan ini menjadi penting karena pentingnya pertempuran tersebut, kata Dalrymple. Tipu adalah "[lawan] yang paling ditakuti oleh Inggris", satu-satunya penguasa India pada saat itu yang tidak pernah bersekutu dengan mereka.
Tentara Tipu juga memiliki senjata yang lebih baik, artileri yang lebih baik, dan kavalerinya lebih siap dalam hal inovasi teknologi dan taktik, katanya. Mereka mampu menembakkan roket dari atas unta, misalnya, dan ini adalah teknik, yang, belakangan, mengilhami Inggris untuk menciptakan sistem roket mereka sendiri.
Baru menjelang akhir abad ke-18 - setelah inovasi militer di Eropa - Kompeni menjadi unggul dalam medan peperangan di India.
Sekarang, saat warisan Tipu sebagai raja Muslim dievaluasi dalam masyarakat India yang semakin intoleran terhadap Islam, Pertempuran Pollilur adalah pengingat akan perlawanan hebatnya terhadap penaklukan Inggris.
Saking hebatnya sehingga ketika dia akhirnya tewas, pihak pemenang membawa tenda perangnya ke Inggris, dan itu masih di sana sampai hari ini - sebuah kenang-kenangan dari kekalahan sang "Macan Mysore".